
Selain sebagai pusat pergerakan politik, Kedung Tarukan juga berkembang menjadi pusat kegiatan sosial dan budaya. Warga RT 11, RW 6, Kedung Tarukan Baru, misalnya, menginisiasi pojok literasi dengan nuansa Jawa untuk memperkenalkan budaya kepada anak-anak. Mulai dari gapura, nomor rumah warga, hingga hiasan air mancur, semuanya dikreasikan dengan sentuhan budaya lokal. Inisiatif ini bertujuan menghidupkan kembali tradisi lokal di tengah arus modernisasi.
Budi Karyono, salah satu warga di wilayah Kedung Tarukan 2 Surabaya, yang akrab disapa Pakde Budi, menekankan pentingnya nilai-nilai lokal dalam kehidupan sehari-hari.
"Kedung Tarukan bukan hanya tentang sejarah politik, tapi juga tentang kekuatan budaya yang membangun identitas kita. Di sini, setiap sudutnya mengisahkan perjuangan, dan budaya lokal adalah fondasi yang menguatkan komunitas kita." Ujar pakde Budi
Transformasi Kedung Tarukan dari kawasan rawa dan sarang preman menjadi pusat aktivisme dan budaya menunjukkan bahwa perubahan positif selalu mungkin terjadi. Seperti yang diungkapkan Pakde Budi,
"Mengenang masa lalu bukan untuk hidup di dalamnya, tapi untuk mengambil pelajaran agar kita bisa terus maju dengan nilai-nilai kebaikan dan keadilan." Kedung Tarukan menjadi contoh nyata bagaimana sejarah, politik, dan budaya dapat berpadu dalam membentuk komunitas yang lebih baik. (ivan)