“Jadi masyarakat yang tinggal di seputar wilayah tadi merupakan pekerja yang merawat tanaman tebu. Kemudian dibawa ke pabrik sebagai bahan pembuat gula,” kata sejarawan Nur Setiawan yang dimuat Radar Surabaya.
Pabrik gula tersebut mulai mengalami modernisasi memasuki awal abad 20 atau sekitar tahun 1900-an. Sehingga bisa menghasilkan produksi gula yang cukup banyak.
“Saat dulu masih menggunakan alat tradisional, namun di tahun 1900-an sudah menggunakan mesin-mesin industri,” tuturnya.
Tetapi karena perkembangan zaman, termasuk perkembangan wilayah perumahan banyak pabrik gula yang tutup. Begitupun dengan pabrik gula Bagong.
"Sejak dibangun kompleks perumahan sekitar tahun 1926 pabrik gula Bagong tutup. Perumahan itu dibangun di atas perkebunan tebu yang mengitari pabrik gula daerah Gubeng," pungkas Kuncar.
Kini pabrik gula di kawasan Surabaya hanya menjadi arsip sejarah. Beberapa pabrik gula telah dialihfungsikan.
Meskipun sudah lama tutup, namun bangunan pabrik gula Bagong masih bisa dilihat di kawasan Gubeng. Bangunannya masih terlihat utuh dan megah. Sayangnya bangunan tersebut dibiarkan kosong dan terbengkalai.
Halamannya ditumbuhi bangunan tanaman liar yang tumbuh tinggi. Namun bangunan bergaya colonial dengan cat putih tersebut menjadi saksi kejayaan industri gula di Surabaya kala itu. (int)