Wisata

Menelusuri Keunikan Tradisi Desa Wisata Tenganan Pegringsingan Bali

Menelusuri Keunikan Tradisi Desa Wisata Tenganan Pegringsingan Bali
Menelusuri Keunikan Tradisi Desa Wisata Tenganan Pegringsingan Bali (dok bobobox)

SURABAYA, PustakaJC.co - Desa Wisata Tenganan, atau yang lebih dikenal sebagai Desa Tenganan Pegringsingan, adalah salah satu desa wisata kuno yang terletak di Pulau Bali. Desa ini menawarkan pesona alam berupa perbukitan, hutan adat yang terjaga kelestariannya, serta hamparan persawahan yang membentang di sepanjang sungai.

 

Selain keindahan alamnya, desa ini juga memiliki keunikan budaya, seperti pola kehidupan masyarakatnya, kerajinan tenun double ikat kain Gringsing, dan tradisi mekaré-karé yang khas.

 

Lokasi Desa Tenganan

Desa Tenganan Pegringsingan berada di ujung timur Pulau Bali, tepatnya di Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem. Desa ini terletak sekitar 17 kilometer dari pusat Kota Amlapura, 5 kilometer dari Pantai Candidasa, dan sekitar 65 kilometer dari Kota Denpasar.

 

Pola Kehidupan

Desa Tenganan Pegringsingan memiliki ciri khas sebagai destinasi budaya yang berhubungan erat dengan kebudayaan Bali pra-Majapahit. Karena itu, desa ini dikenal sebagai Desa Bali Aga, yang berarti desa kuno.

 

Kehidupan masyarakat Desa Tenganan berbeda dengan desa lainnya, mencerminkan kebudayaan dan adat istiadat Bali Aga (pra-Hindu).

 

Sistem sosial di Desa Tenganan sangat khas karena penduduk desa hanya terdiri dari warga asli setempat, yang berarti tidak ada penduduk yang berasal dari luar desa.

 

Hal ini disebabkan oleh sistem pernikahan yang diterapkan di desa, yakni sistem parental, di mana perempuan dan laki-laki dalam keluarga memiliki derajat yang setara dan keduanya berhak menjadi ahli waris.

 

Selain itu, masyarakat Desa Tenganan juga menganut sistem endogami, yaitu peraturan yang mengikat mereka dalam awig-awig (hukum adat) yang mewajibkan pernikahan hanya dilakukan dengan sesama warga desa.

 

Jika ada warga yang melanggar aturan ini, mereka tidak diperbolehkan menjadi krama (warga desa) dan harus meninggalkan desa.

 

Mekaré-karé

Salah satu daya tarik utama Desa Tenganan adalah tradisi perang pandan yang dikenal dengan nama mekaré-karé. Mekaré-karé merupakan bagian puncak dari rangkaian upacara Ngusaba Sambah yang diadakan setiap Juni dan berlangsung selama 30 hari.

 

Selama satu bulan tersebut, mekaré-karé dilaksanakan sebanyak 2 hingga 4 kali. Setiap kali upacara ini digelar, masyarakat setempat mempersembahkan sesajen atau persembahan kepada leluhur mereka. Mekaré-karé diikuti oleh para pria, dari anak-anak hingga orang dewasa.

 

Tradisi ini menggunakan daun pandan yang dipotong sepanjang sekitar 30 sentimeter. Daun pandan berfungsi sebagai senjata untuk menyerang atau sebagai perisai untuk bertahan dari serangan lawan yang membawa duri pandan.

 

Luka yang timbul akibat gesekan duri pandan akan diobati dengan ramuan alami yang terbuat dari umbi-umbian, seperti laos, kunyit, dan lainnya.

 

Mekaré-karé memiliki makna yang serupa dengan upacara tabuh rah yang biasa dilakukan oleh umat Hindu di Bali. Setiap pelaksanaan mekaré-karé selalu diiringi dengan musik gamelan selonding khas Desa Tenganan.

 

Tarif Berwisata

Menurut digitiket.com, tarif untuk masuk ke Desa Wisata Tenganan adalah Rp 20.000, dengan paket tour keliling desa seharga Rp 250.000. Dalam paket tersebut, pengunjung akan diajak berkeliling desa, menyaksikan upacara adat, mencoba membuat kerajinan tenun, menulis di daun lontar, dan mengenakan pakaian tradisional.

 

Pengunjung juga akan menikmati makan siang dengan bahan lokal. Selain itu, ada paket trekking seharga Rp 250.000 untuk menjelajahi persawahan dan hutan adat, serta mempelajari sistem pertanian dan perlindungan tanah adat. Untuk membeli kain gringsing, harganya mulai Rp 250.000, tergantung motif dan kesulitan pembuatan.

 

Bagaimana, tertarik untuk menjelajahi keunikan dan budaya di Desa Tenganan Pegringsingan? (nov)

Baca Juga : Tari Piring: Warisan Budaya Minangkabau yang Mendunia
Bagikan :