MALANG, PustakaJC.co – Kota Malang memiliki banyak monumen tersebar di setiap sudut kotanya. Salah satunya adalah monumen pesawat yang letaknya di persimpangan jalan Soekarno-Hatta atau sering disingkat menjadi Suhat.
Monumen ini diresmikan oleh Komandan Lanud Abd Saleh, Marsdya Alimunsiri Rappe, dan Wali Kota Malang yang menjabat pada saat itu, Kol Inf H Suyitno pada 20 Agustus 1999.
Pada monumen tersebut, terdapat tulisan “MiG 17 FRESCO TNI AU 1960-1969”. MiG-17 Fresco adalah nama salah satu pesawat tempur modern Indonesia yang paling terkenal pada saat itu.
MiG merupakan gabungan dari nama pembuat pesawat ini yakni Mikoyan dan Gurevich, pabrikan yang dikenal kesuksesannya di Uni Soviet. Angka 17 merupakan tipe pesawat, sementara Fresco adalah kode NATO untuk pesawat tempur ini.
Pesawat yang diakui kelincahannya dalam pergerakan udara ini tidak datang sendiri ke Indonesia, melainkan menjadi satu paket bersama MiG-15 Fagot, MiG-21 Fishbed, Tu-16 dan lain-lain. Pesawat ini sekaligus sebagai bentuk dari baiknya hubungan kerja sama antara Indonesia dengan Uni Soviet.
Pada tahun 1960, mulai masuk Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI), namun pensiun secara cepat yaitu pada tahun 1969. Waktu operasi ini dijelaskan dengan tulisan “1960-1969” pada monumen tersebut.
Adapun tujuan didatangkannya pesawat ini agar menjadi salah satu alat utama sistem persenjataan (Alutsista) Indonesia yang akan berperan dalam operasi Trikora. Operasi Trikora (Tri Komando Rakyat) adalah operasi militer Indonesia untuk merebut wilayah Irian Barat (Papua) dari cengkraman Belanda.
Meskipun pada akhirnya pesawat ini tidak dapat menunjukkan kehebatannya, lantaran Belanda akhirnya dapat diajak berunding dan memutuskan mengembalikan Irian Barat (Papua) pada Indonesia.
Namun, diduga kuat, alasannya adalah Belanda merasa ‘silau’ akan kekuatan pasukan AURI beserta alat utama sistem persenjataan (Alutsista) Indonesia. Hal ini tidak diragukan lagi karena Angkatan Udara Indonesia sendiri menjadi pasukan terkuat terkuat nomor empat di dunia pada tahun 1960-an.
Monumen ini diresmikan tidak hanya untuk mengenang sejarah, namun juga untuk menjadi pengingat bahwa Indonesia merupakan negara yang mumpuni dan kuat. (int)