Wisata

Blitar, Tempat Pertempuran Tentara Majapahit Mengusir Bangsa Tartar

Blitar, Tempat Pertempuran Tentara Majapahit Mengusir Bangsa Tartar
dok th

SURABAYA, PustakaJC.co - Kota Blitar merupakan sebuah kota yang cukup besar di bagian selatan Provinsi Jawa Timur. Kota ini cukup terkenal karena terdapat kompleks makam Proklamator sekaligus Presiden pertama Republik Indonesia, Soekarno.

 

 

Asal mula kota ini diberi nama Blitar terkait dengan kisah legenda tentang bangsa Tartar dari Asia Timur yang sempat menguasai daerah ini. Majapahit yang merupakan penguasa Tanah Jawa perlu merebutnya.

 

“Kerajaan adidaya tersebut kemudian mengutus Nilasuwarna untuk memukul mundur bangsa Tartar. Keberuntungan berpihak kepada Nilasuwarna, dirinya dapat mengusir Tartar,” ucap ” tulis Zaenuddin HM dalam Asal Usul Kota-Kota di Indonesia Tempo Doeloe.

 

Karena jasanya itu dirinya dianugerahi gelar sebagai Adipati Aryo Blitar I untuk kemudian memimpin daerah yang berhasil direbutnya tersebut. Tanah yang berhasil dirinya bebaskan itu kemudian dinamakan Blitar yang berarti “Kembali pulangnya bangsa Tartar”.

 

Walau begitu, terjadi konflik antara Aryo Blitar I dengan Ki Sengguruh Kinareja yang tak lain adalah patihnya sendiri. Hal ini terjadi karena Sengguruh ingin mempersunting Dewi Rayung Wulan, istri Aryo Blitar I.

 

Singkat cerita, Aryo Blitar I lengser dan Sengguruh meraih tahta dengan gelar Adipati Aryo Blitar II. Akan tetapi pemberontakan terus terjadi di Blitar karena pembalasan yang dilakukan Joko Kandung yang merupakan anak dari Aryo Blitar I.

 

Kepemimpinan Joko Kandung akhirnya terhenti ketika datangnya pemerintah Belanda. Kota Blitar kemudian berstatus gemeente (kotapraja) pada tanggal 1 April 1907 berdasarkan peraturan Staatsblad van Nederlandsche Indie No 150/1906.

 

Pada tahun itu juga, dibentuk beberapa kota lain di Pulau Jawa, antara lain Batavia, Buitenzorg, Bandoeng, Cheribon, Magelang, Semarang, Salatiga, Madioen, Malang, Soerabaja, dan Pasoeroean.

 

Dengan statusnya sebagai gemeente, selanjutnya di Blitar juga dibentuk Dewan Kotapraja Blitar yang beranggotakan 13 orang dan mendapatkan subsidi sebesar 11.850 gulden dari Pemerintah Hindia-Belanda.

 

Untuk sementara, jabatan burgemeester (walikota) ditangkap oleh Residen Kediri. Kemudian pada zaman pendudukan Jepang. Berdasarkan Osamu Seiret tahun 1942, Kota Balitar disebut Blitar-shi dengan luas wilayah 16,1 km2 dan dipimpin oleh seorang shi-eh.

 

Selanjutnya berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang No 17/1950, Kota Blitar ditetapkan sebagai daerah kota kecil dengan luas wilayah 16,1 km2. Dalam perkembangannya nama kota ini kemudian diubah lagi menjadi Kotamadya Blitar.

 

Terakhir berdasarkan Undang-Undang No 22/1999, nama Kotamadya Blitar diubah menjadi Kota Blitar. Setelah Indonesia merdeka, pada sekitar 1950-an keluarlah Undang-undang No.17 tahun 1950 bahwa Balitar berubah menjadi Blitar.

 

“Dalam perkembangannya berikut, Kabupaten ini menjadi kota dengan tetap bernama Blitar, sebagaimana dikenal hingga sekarang,” tulis Zaenuddin.

 

Blitar dijuluki sebagai kota patria atau patriot alias kepahlawanan. Kota ini juga disebut Kota Peta (Pembela Tanah Air) yang di masa perjuangan kemerdekaan Indonesia dipimpin oleh seorang tokoh bernama Supriyadi.

 

Kala itu laskar PETA melakukan perlawanan terhadap tentara Jepang untuk pertama kalinya pada 14 Februari 1945 yang menginspirasi timbulnya perlawanan menuju kemerdekaan di daerah lainnya.

 

Selain itu, di Blitar juga terdapat makam Bung Karno yang menjadi wisata utama dan selalu ramai pengunjung. Bahkan di musim kampanye Pileg dan Pilpres pun makam ini ramai diziarahi para politisi.

 

 “Yang mungkin mencari berkah Bung Karno,” paparnya.

 

Di tempat ini juga ada Pantai Peh Pulot yang banyak dikunjungi oleh wisatawan ataupun penduduk lokal. Terdapat juga Taman Air Sumberudel yang merupakan taman air yang paling megah di Blitar. (int)

Baca Juga : Memukau! Pesona Alam JLS Tulungagung-Trenggalek yang Menawan
Bagikan :