Dalam bahasa Jawa kuno waditra disebut mandeli. Menurut musikolog India bernama K.V Ramachandran, mandeli merupakan waditra petik yang berjenis wina. Mandeli mendapat pengaruh dari India akibat dominasi budaya India di Nusantara pada abad 4-10 Masehi
Untuk waditra berdawai dengan resonator langsing, kata Dwi, belum diperoleh bentuk pembandingnya di India, Asia Timur maupun negara-negara lain di Asia Tenggara. Namun persamaan malah terdapat pada alat musik sampe, alat musik tradisional Suku Dayak.
“Suku Dayak di Kalimatan Timur menyebutnya sampe, yang dalam bahasa lokal dapat diartikan memetik dengan jari. Dari artinya diketahui dengan jelas bahwa waditra ini dimainkan dengan cara dipetik,” tulisnya.
Dwi menyebutkan, sebagai alat musik yang konon nyata adanya, semestinya waditra berdawai tersebut dapat dibuat dan dimainkan untuk masa sekarang. Walau jumlah dawai, notasi dan bunyi musikalnya tidaklah sepenuhnya bisa dijamin kesamaannya.
Melihat relief waditra berdawai pada cerita Karmawibhangga, atas prakarsa dari Tri Utami, Redy Eko Prasetyo, Bachtiar Djanan, dan Indro Kimpling Suseno mendiskusikan untuk mewujudkannya dalam ide Sound of Borobudur.