SURABAYA, PustakaJC.co - Di Indonesia saat ini ada banyak desa wisata yang bisa dikunjungi sebagai destinasi liburan. Hampir setiap daerah punya desa wisata dengan ciri khas masing-masing, baik itu dari potensi alam, budaya, sejarah, kuliner, hingga menampilkan tradisi-tradisi unik yang jarang ditemukan di tempat lain.
Salah satu desa wisata yang punya daya tarik berupa sejarah ialah Desa Sangiran di Krikilan, Sragen, Jawa Tengah. Sangiran menjadi salah satu desa wisata yang masuk 50 besar Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI) 2021. Keunggulan dari desa ini ialah memiliki situs cagar budaya yang telah masuk World Culture Heritage oleh UNESCO pada tahun 1996.
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno mengatakan bahwa Desa Sangiran ini merupakan destinasi berkelas dunia. Di sana terdapat situs yang sudah diakui dunia oleh UNESCO sebagai situs yang umurnya mencapai 1,8 juta tahun.
“Ini adalah situs tertua dan ini menunjukkan bahwa peradaban kita peradaban tinggi, dan sudah sepatutnya bahwa kita optimistis bangsa ini menjadi bangsa yang besar," ujarnya.
Sandiaga menyebutkan bahwa Sangiran termasuk desa wisata rintisan yang usianya baru tahun dan memiliki potensi untuk menjadi desa berkembang, maju, hingga mandiri. Harapannya, desa ini bisa memiliki ketersediaan dan akses terhadap pelayanan dasar yang mencukupi, infrastruktur yang memadai, transportasi tidak sulit, pelayanan umum yang bagus.
"Saya lihat potensinya luar biasa Desa Wisata Sangiran ini, karena ada wisata edukasi, wisata berbasis sejarah, wisata berbasis budaya, dan yang tadi saya kaget saya distop oleh teman-temen yang sedang menggagas Sangiran yaitu lomba lari 25 km di malam hari menuju Solo, ini menurut saya potensinya sangat luar biasa. Tapi yang paling betul-betul menyentuh saya adalah produk-produk ekonomi kreatifnya," tambahnya.
Dari laporan UNESCO, Sangiran telah diakui para ilmuwan untuk menjadi salah satu situs yang paling penting di dunia untuk mempelajari fosil manusia. Posisinya pun disejajarkan dengan situs lain seperti Zhoukoudian (China), Willandra Lakes (Australia), Olduvai Gorge (Tanzania), dan Sterkfontein (Afrika Selatan).
Posisi Desa Sangiran terletak tak jauh dari Surakarta dan secara administratif berada di dua kabupaten, yaitu Sragen dan Karanganyar.
Situs Sangiran pertama kali ditemukan oleh P.E.C schemulling pada tahun 1883. Saat melakukan eksplorasi pada akhir abad ke-19 pun Eugene Dubois pernah melakukan penelitian di sini. Tahun 1993, ahli antropologi Gustav Heinrich Ralph von Koenigswald pun memulai penelitian di desa tersebut setelah mencermati berbagai laporan tentang balung buta atau tulang raksasa. Pada masa itu, perdagangan fossil mulai ramai setelah adanya penemuan tengkorak dan tulang paha Pithecanthropus erectus oleh Eugene Dubois.
Tahun-tahun berikutnya, hasil penggalian menemukan berbagai fosil Homo erectus lain, bahkan termasuk variasi besar seperti Meganthropus palaeojavanicus. Selain manusia purba, ditemukan pula fosil tulang hewan seperti buaya, kuda nil, rusa, harimau purba, dan gajah purba.
Baru pada tahun 1977, Pemerintah Indonesiamenjadikan Sangiran sebagai daerah cagar budaya sampai akhirnya tahun 1966 terdaftar di UNESCO sebagai Sangiran Early Man Site dalam Situs Warisan Dunia.
Di Desa Sangiran kini terdapat Museum Purbakala. Gedung tersebut berisi tiga ruangan yang menampilkan diorama daerah Sangiran yang diyakini seperti sekitar sejuta tahun lalu. Ruang pertama berisi diorama tentang manusia purba dan hewan yang ada di sekitaran Sangiran. Kemudian ruang kedua yang lebih luas menampilkan banyak informasi soal fosil-fosil yang ditemukan di Sangiran, termasuk sejarah situs.
Pada ruangan ketiga, terdapat diorama besar yang memberikan pandangan tentang Sangiran secara menyeluruh, termasuk kondisi dan suasana gunung berapi Gunung Lawu sejuta tahun lalu.
Tak hanya menampilkan sisi sejarah dari situs purbakala, di Sangiran juga kegiatan berwisata akan terasa menyenangkan dengan berbagai tempat dan kegiatan yang bisa dilakukan. Di sana terdapat wisata air asin Pablengan yang sudah berusia lebih dari dua juta tahun. Sumber mata air tersebut terbentuk dari pergeseran bumi dan letusan gunung berapi yang membuat Sangiran menjadi daratan, padahal sebelumnya adalah lautan.
Dari sisi kesenian, pengunjung pun bisa menikmati beragam seni tradisional yang ada di Sangiran, misalnya Gamelan Renteng, gamelan berusia satu abad yang masih berfungsi dengan baik hingga saat ini. Selain itu, ada tari gerbang sukowati yang memiliki pesan kepada warga untuk turut membangun Kabupaten Sragen. Kemudian, ada tari bubak kawan yaitu tradisi saat orang tua melepaskan anaknya, yang digambarkan dengan memanggul perabotan rumah tangga.
Desa ini juga memiliki produk ekonomi kreatif dan kuliner, mulai dari aneka jajanan pasar, sate lontong, sego kuning, sego bancaan, gendar pecel, bubur srintil, dan kopi purba. Untuk produk kerajinan, ada watu lurik, watu akik, watu sangir, kapuk purba, dan kerajinan bambu. (int)