Hari yang dinantikan pun tiba. Seorang utusan dari pemerintah Hindia Belanda datang ke Tebuireng.
Kiai Hasyim menerima tamunya dengan ramah, sebagaimana beliau selalu memperlakukan setiap tamu tanpa membeda-bedakan. Setelah berbasa-basi sejenak, utusan itu akhirnya menyampaikan maksud kedatangannya.
“Kami datang untuk menyampaikan penghargaan dari pemerintah kepada Kiai atas jasa-jasanya dalam pendidikan dan dakwah Islam,” ujar sang utusan dengan sopan.
Kiai Hasyim tersenyum. Ia mengangguk-angguk, tetapi tidak langsung menjawab. Suasana menjadi tegang.
“Bagaimana, Kiai? Sudikah Kiai menerimanya?” tanya utusan itu hati-hati.
Kiai Hasyim akhirnya bersuara,