Oleh: Ivan Febriyanto
SURABAYA, PustakaJCC.co - Buku Sang Mujtahid Islam Nusantara: Jejak K.H. Abdul Wahid Hasyim, Ulama dan Negarawan karya Aguk Irawan, M.N. mengisahkan perjalanan hidup K.H. Abdul Wahid Hasyim, seorang ulama visioner yang juga Menteri Agama pertama Indonesia. Lahir di Jombang pada 1 Juni 1914, ia adalah putra dari pendiri Nahdlatul Ulama (NU), Hadratussyaikh K.H. Hasyim Asy’ari. Sejak kecil, ia tumbuh dalam lingkungan pesantren Tebuireng, tempat pemikirannya berkembang jauh melampaui batas tradisi.
"Agama harus menjadi perekat bangsa, bukan alat pemecah-belah. Kita butuh Islam yang merangkul, bukan yang mengecualikan,” tulis Aguk menggambarkan pemikiran Kiai Wahid.
Wahid Hasyim kecil dikenal berbeda dengan anak sebayanya. Apa yang membuat Wahid Hasyim berbeda dari anak-anak lain di pesantren? Saat teman sebayanya sibuk bermain, ia lebih suka duduk diam, mendengarkan diskusi para ulama. Suatu hari, di tengah pengajian, ia tiba-tiba menangis keras.
"Ada apa, Le?" tanya ibunya, Nyai Nafiqoh, sambil mengusap kepalanya.
Wahid kecil tidak menjawab, hanya menunjuk sebuah kitab. Begitu kitab itu diberikan kepadanya, tangisnya langsung reda. Para ibu yang hadir saling berpandangan heran.
"Anak ini... sepertinya bukan anak biasa," bisik salah seorang murid Ibundanya.