Kiai Hasyim, dengan raut khawatir, berkata kepada istrinya, “Kita sudah berikhtiar, Na. Jangan terlalu bersedih. Insya Allah, Mudin akan baik-baik saja.”
Namun, Nyai Nafiqoh tetap gelisah. Berbagai pertanyaan dia tujukan pada dirinya. Hingga akhirnya, terlintas di benaknya, ‘Apakah ada janji yang belum saya tunaikan?’ Sejurus kemudian, Ia melihat sang suami, dan mengutarakan nazarnya ketika masih mengandung sang putra.
“Astaghfirullah, Abah. Saya pernah bernazar! Saya harus membawa Mudin ke Kiai Cholil.” Katanya.
Mendengar itu, Kiai Hasyim tersenyum tipis, lalu berkata, “Nazar adalah janji yang harus ditepati. Jika itu yang harus kamu lakukan, maka laksanakanlah.”
Namun, beliau merasa ada hal lain yang perlu dilakukan. Dengan nada tenang, beliau menambahkan, “Aku juga berpikir, mungkin nama ini terlalu berat untuknya.”
Nyai Nafiqoh terkejut.