Jika di karya sebelumnya Pramoedya menyelami konflik batin pribadi, maka di tetralogi ini ia membawa pembaca ke medan yang lebih luas, yakni sejarah perjuangan bangsa Indonesia. Dalam seri ini, protagonisnya, Minke, bukan hanya sekadar individu, tetapi sebuah simbol dari kebangkitan intelektual bangsa yang tengah terjajah.
Dari kisah-kisah tentang perjuangan melawan penjajah hingga perlawanan terhadap rezim yang otoriter, karya-karya tersebut menggambarkan betapa sejarah tidak bisa dipisahkan dari kehidupan sosial rakyat.
Transformasi tema ini mencerminkan perkembangan pandangan Pramoedya terhadap fungsi sastra itu sendiri. Melalui Minke, ia memotret kompleksitas kolonialisme, perlawanan intelektual, dan dinamika sosial-politik pada masa penjajahan Belanda.
Setiap detail dalam tetralogi ini menegaskan upaya Pramoedya untuk tidak hanya mengisahkan sejarah, tetapi juga menghidupkannya melalui karakter yang kuat dan narasi yang menggugah.