Tokoh

Karomah Kiai

KH Abdul Hamid Pasuruan

KH Abdul Hamid Pasuruan
KH Abdul Hamid Pasuruan (dok hijrah)

 

Namun, hal ini tidak sesuai rencana karena mempelai pria terlambat datangnya. Terpaksa acara walimah dimulai saja meski tanpa kehadiran mempelai pria. Baru pada pukul 17.00 WIB, rombongan yang ditunggu datang juga. Akibatnya, para tamu sudah pulang dan akad nikah disaksikan oleh beberapa keluarga saja.

 

“Kok cek telate? (Kok datang telat?)” tanya KH Achmad Qusyairi kepada Mbah Ma’shum selaku pemimpin rombongan dari Lasem. “Anu, takjak (Saya ajak) mampir-mampir ziarah ke makam Sunan Ampel, Sunan Bonang, dan Sunan Drajat,” jawab Mbah Ma’shum. “Lha manten (pengantin) kok diajak ziarah?” ujar KH Akhmad Qusyairi.

 

Dari perkawinan ini mereka dikaruniai lima orang anak, yakni Muhammad Nu’man, Muhammad Nasih, Muhammad Idris, Anas, dan Zainab. Dua yang disebut terakhir meninggal sewaktu mereka masih kecil.

 

Kiai Hamid menjalani masa-masa awal kehidupan keluarganya dengan tidak mudah. Selama beberapa tahun ia harus hidup bersama mertuanya di rumah yang jauh dari mewah. Sedangkan untuk menghidupi keluarganya, tiap hari ia mengayuh sepeda sejauh 30 kilometer pulang pergi, sebagai blantik sepeda. Sebab, kata Kiai ldris, pasar sepeda waktu itu ada di Desa Porong, Pasuruan, 30 kilometer ke arah barat Kota Pasuruan.

 

Kendati demikian tidak pernah sekalipun terdengar keluhan darinya. Bahkan ia sedemikian rupa dapat menutupinya sehingga, tak ada orang lain yang mengetahui. “Uwong tuo kapan ndak digudo karo anak utowo keluarga, ndak endang munggah derajate (Orang tua kalau tidak pernah mendapat cobaan dari anak atau keluarga, dia tidak lekas naik derajatnya),” katanya suatu kali mengenai ulah seorang anaknya yang agak merepotkan.

Baca Juga : Menimbang Hukum Pornografi, Pornoaksi dan Aborsi Dalam Perspektif Islam
Bagikan :