Tokoh

Haji Bilal Atmajoewana

Raja Batik Legendaris Asal Yogyakarta

Raja Batik Legendaris Asal Yogyakarta
Dok wikipedia

Yogyakarta terkenal sebagai kota batik. Perdagangan batik tumbuh subur dan berkembang di Kota Pelajar ini. Salah satu saudagar batik yang begitu terkenal pada masanya adalah Haji Bilal Atmajoewanan.

 

Oleh: Intan Permata

 

Kesuksesannya dalam bisnis batik bahkan membuatnya mendapat julukan sebagai Raja Batik dari Yogyakarta. Pasalnya pada masa kejayaannya, Haji Bilal memiliki beberapa pabrik batik dan 700 orang pegawai.

 

Haji Bilal membuka perusahaan batiknya, Firma Haji Bilal, pada tahun 1912. Ketika itu usianya masih 19 tahun. Sebelum mendirikan perusahaan itu, dirinya sudah memulai berdagang batik di mana proses produksi hingga penjualan dilakukan sendiri.

 

Kedekatannya dengan para abdi dalem yang sebagian besar adalah pedagang batik membuatnya bisa belajar. Di antaranya, abdi dalem yang paling berjasa, mendorong Bilal menjadi pengusaha batik adalah Haji Ibrahim.

 

Haji Siti Wardana, anak dari Haji Bilal mengatakan bahwa ayahnya adalah sosok pengusaha yang tekun. Bahkan pada masa mudanya, dia telah sampai ke Tanah Suci dan bisa bergaul dengan petinggi pemerintah Hindia Belanda.

 

“Di masa muda, dia sudah pergi berhaji dengan menggunakan kapal. Pergaulannya pun juga luas, termasuk dengan para petinggi pemerintah Hindia Belanda,” paparnya.

 

Muhammad Husnil dan Yudi Anugrah menulis dalam buku Haji Bilal Atmajoewana: Raja Batik dari Yogyakarta bahwa ketika depresi besar dunia atau krisis malaise pada tahun 1930, banyak sektor ekonomi di Hindia Belanda menurun.

 

Tetapi saat itu, Firma Haji Bilal malah berkembang. Saat itu Haji Bilal bisa menjual batik cap dan mengurangi produksi batik tulis yang mahal harga dan produksinya. Selain itu, Haji Bilal menjual turunan pakaian masa itu, yakni selendang dan sarung.

 

“Trik bisnis ini mampu mengantar Firma Haji Bilal keluar dari krisis ekonomi dunia dan menjadikan perusahaannya semakin berkibar,” tulis buku tersebut.

 

Gaya batik milik Haji Bilal ini adalah Batik Saudagar. Istilah yang digunakan para pengusaha batik tempo dulu untuk membedakan dengan motif batik ala keraton. Walau begitu berbeda dengan batik lainnya, Batik Haji Bilal tampil dengan warna coklat kelam.

 

Distribusi batiknya tersebar di berbagai kota di Jawa, bahkan bisa menjangkau Kota Medan, Sumatra Utara. Keunggulan Batik Haji Bilal tak hanya pada produknya, namun juga strategi komunikasinya.

 

“Dalam beberapa literatur ditemukan beberapa literasi materi iklan, desain logo, katalog, serta sertifikat keikutsertaan dalam suatu pameran batik di Padang. Dalam mempromosikan batiknya, Haji Bilal memiliki tagline “untung sedikit, jual banyak,”

 

Pada tahun 1948 Haji Bilal meninggal dunia. Sepeninggal pria yang berasal dari Kampung Kauman itu usaha batiknya kemudian diteruskan ke anak-anaknya. Tetapi usahanya itu tak mampu berlangsung lama.

 

Pada tahun 1960, ahli warisnya membekukan Firma Haji Bilal. Kini, beberapa bangunan di Jalan KH Ahmad Dahlan, Kota Yogyakarta, seperti hotel, toko batik dan bangunan yang disewakan pada pihak kedua merupakan aset dari ahli waris Haji Bilal.

 

Selain itu, tanah dan harta Haji Bilal banyak yang diwakafkan untuk Persyarikatan Muhammadiyah yang masih terawat hingga sekarang. Beberapa di antaranya Kompleks Muhammadiyah Purwo di Ngampilan.

 

Haji Bilal juga memiliki peran besar dalam pembangunan Masjid Margoyuwono di Alun-Alun Selatan dan Masjid Syuhada di Kotabaru. Ada juga SD Muhammadiyah 1 dan juga SMP Muhammadiyah 5.

Baca Juga : Tokoh Pemikir Islam di Indonesia
Bagikan :