Tokoh

Ary Kurniawan Hardi

Lulusan Terbaik Unair Jadi Lulusan Terbaik di Polandia dengan IPK 5

Lulusan Terbaik Unair Jadi Lulusan Terbaik di Polandia dengan IPK 5
Dok fisip unair

SURABAYA, PustakaJC.co - Kabar penuh inspirasi dan prestasi kembali datang dari Lalu Ary Kurniawan Hardi yang jadi lulusan terbaik dengan IPK sempurna yakni 5,00 skala 5,00 di Nicolaus Copernicus University, Torun, Polandia. Memang ini bukan prestasi yang pertama bagi Ary panggilan akrabnya, di jenjang S1 ia juga peraih predikat sebagai wisudawan terbaik FISIP Universitas Airlangga (Unair) dengan IPK 3,98.

 

Beberapa waktu sebelum menghadapi Thesis Defense, Ary juga sempat gelar 'Best Student' untuk program magister di Nicolaus Copernicus University. Dengan pencapaian ini kepada detikEdu, Ary mengaku sangat diluar ekspektasinya dengan proses pengujian yang intens.

 

"Sangat di luar ekspektasi, pertanyaannya sangat intens dan lumayan padat, lumayan 'daging-daging' gitu pertanyaannya. Alhamdulillah aku bisa melewati," ungkap Ary, Rabu (8/11/2023) ditulis Rabu (15/11/2023).

 

Diuji oleh Pengacara Internasional

Dalam ceritanya, pria kelahiran Mataram, 22 Mei 1998 ini mengatakan selama penulisan tesis ia dibimbing oleh pengacara internasional yang juga bekerja di Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB). Sedangkan pada proses Thesis Defense, dua penguji lainnya juga berprofesi pengacara internasional.

 

"Karena topik penelitianku ini 70% tentang hukum internasional dan 30% tentang ilmu politik. Jadi awalnya aku udah punya feeling akan dapat pertanyaan yang sangat judgemental karena mereka pengacara," tutur Ary.

 

Hal tersebut nyatanya benar-benar terjadi. Selama Thesis Defense, Ary dicecar tiga pertanyaan yang berkaitan dengan topik tesis yang ia tulis.

 

Momen yang paling teringat olehnya terjadi pada pertanyaan terakhir. Ary diberikan pernyataan tentang topik serupa dengan penelitiannya tapi informasi itu tidak tertera di dalam tesisnya.

 

"Satu pertanyaan terakhir itu berasal dari pertanyaan yang memang satu topik dengan topik tesisku tapi informasinya tidak dicantumkan. Sehingga lebih menguji pemahaman teoritis kita," ungkapnya.

 

Teliti tentang Permasalahan di Papua Barat

Ary mengaku penelitian yang ia tuangkan dalam tesis adalah isu yang sensitif karena berikatan tentang Papua Barat. Menurutnya, kasus di Papua Barat masih menjadi topik yang abu-abu.

 

Meskipun pemerintah sudah mengklaim telah memberikan solusi yang terbaik, keadaan yang hadir di lapangan berkata lain. Melalui penelitiannya lulusan Ilmu Politik Unair ini mencoba untuk membahas fenomena yang disebut sebagai insurgensi.

 

"Insurgensi itu ada berbagai macam golongannya, sedangkan yang aku bahas di Papua Barat adalah tentang separatismenya," ujar Ary.

 

Selama prosesnya Ary mengkaji insurgensi yang timbul dari konflik ini termasuk adanya permintaan dalam sudut pandang hukum internasional. Permintaan yang dimaksudkan adalah memisahkan diri dari Indonesia.

 

"Jika Papua memisahkan diri apakah itu bisa dibenarkan dalam standar hukum internasional atau tidak. Terlebih instrumen hukum internasional yang aku pakai di sini itu adalah Hukum HAM Internasional," tambahnya.

 

Hasil penelitian yang ia lakukan menawarkan perspektif baru dan strategi dalam menghadapi kelompok separatisme di Papua. Melalui lima aspek yakni militer, ekonomi, keamanan, politik, dan birokratik ditemukan strategi yang kemungkinan menjadi penyebab konflik di Papua Barat menjadi berkepanjangan.

 

Salah satu contoh penyebabnya adalah arus informasi yang tersendat dan penggunaan kekerasan yang terlalu banyak. Sedangkan dari perspektif ekonomi bantuan-bantuan tidak tersalurkan sehingga wilayah yang seharusnya menjadi prioritas pembangunan ekonomi malah masih tertinggal. Ary memberikan kesimpulan dari konflik Papua Barat bila dikaji menggunakan standar Hukum HAM Internasional lebih baik untuk tidak berpisah dari Indonesia. Karena berbagai faktor yang mendukung.

 

"Misalnya masyarakat Papua Barat jika berpisah dari Indonesia ada kemungkinan menjadi negara yang rentan karena harus membangun dari nol tetapi mereka tidak memiliki kemampuan ekonomi yang memadai," tutur Ary.

 

Meski begitu, ia menyarankan pemerintah Indonesia harus memenuhi kewajibannya sebagai negara untuk mengurangi penggunaan kekerasan secara masif, mengurangi impunitas dan mencari mekanisme HAM yang lebih baik secara nasional maupun internasional yang dapat menjawab permasalahan di Papua Barat.

 

Raih IPK 5,00

Melalui Tesis ini, Ary mendapat gelar lulusan terbaik dengan IPK 5,00 dari 5,00. Sebagai informasi, Ary menyatakan berbeda dengan di Indonesia IPK di kampusnya memiliki skala 5,00.

 

"Sempat ada ketidakpercayaan diri bahwa aku akan bisa dapet skor perfect. Alhamdulillah kemarin 5,00 out of 5,00," ujarnya.

 

Kini Ary telah kembali ke Indonesia tepatnya Mataram, Nusa Tenggara Barat. Untuk rencana ke depannya, Ary mengaku akan menyelesaikan kontrak sebagai asisten peneliti di Instytut Studiów Politycznych Polskiej Akademii Nauk.

 

Selain itu, ia tengah menyiapkan berbagai dokumen untuk melanjutkan studi S3 termasuk persiapan untuk mendaftar beasiswa di studi lanjutannya itu. Kepada detikEdu, Ary membocorkan Flinders University, Adelaide, Australia kemungkinan menjadi kampus tujuannya.

 

"Aku sangat punya ketertarikan terkait dengan HAM dan perspektifnya ke HAM Internasional serta masyarakat akar rumput juga politik. Aku mencoba mencari kampus-kampus dan profesor yang bisa menjadi promotor dan aku menemukan Flinders University," ujarnya.

 

Selain Flinders University ada juga pilihan lainnya yakni University of Melbourne untuk jurusan Ilmu Politik dan University of New South Wales untuk jurusan Hubungan Internasional. (int)

Baca Juga : Pendiri Dua UIN di Pulau Jawa yang Kembali Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional
Bagikan :