Selama menempuh karier di Pasteur Institite, Bandung, Sardjito banyak mengeksplor rasa keingintahuannya sebagai seorang peneliti, bak gayung bersambut, Sardjito menjadi salah satu dokter yang masuk dalam tim peneliti influenza. Pada saat itu, virus influenza atau yang juga dikenal dengan flu merupakan penyakit yang mematikan bagi masyarakat.
Setelah merampungkan tugasnya sebagai tim peneliti virus influenza di Institut Pasteur Bandung, Sardjito kemudian berangkat ke Belanda untuk menempuh studi lanjutannya di Fakultas Kedokteran Universitas Amsterdam mulai dari 1922 hingga 1923. Selama 1 tahun menempuh pendidikan lanjutannya, Sardjito kemudian berhasil meraih gelar doktor setelah mempelajari mengenai penyakit iklim panas di Leiden.
Sepulang ke Indonesia, Sardjito langsung mengabdikan dirinya bagi dunia kesehatan Indonesia dengan berhasil menemukan beberapa penemuan signifikan, seperti obat penyakit batu ginjal dan obat penurun kolesterol. Selain itu, Sardjito juga berhasil mengembangkan vaksin yang akan menjadi obat bagi beberapa penyakit, seperti Tifus, Kolera, Disentri, Stretokoken, dan straflokoken.
Selain berkontribusi pada bidang kesehatannya, Sardjito juga turut berkontribusi ketika Indonesia sedang dalam masa Revolusi Kemerdekaan. Pada saat itu, peran Surdjito lebih ke arah penciptaan ransum yang bernama “Biskuit Sardjito” yang merupakan bekal serdadu yang sedang berperang.