"ENO jadi fitur utama karena harapannya chatbot ini bisa jadi teman cerita bagi para penggunanya. Sehingga, mereka bisa merasa didengarkan kapanpun dan di manapun. Jangka panjangnya, saya juga berharap aplikasi ini bisa mengurangi stigma kesehatan mental di Indonesia," ucap Nidya.
Ia bercerita, penelitian dan app tersebut berangkat dari data bahwa depresi adalah gangguan mental dengan prevalensi tertinggi di Indonesia, terutama pada kelompok remaja. Prototipe aplikasi tersebut sudah melakui uji coba dengan beberapa orang yang menenuhi kriteria. Harapannya, aplikasi ini ke depannya dapat terus dikembangkan.
Nidya menuturkan, ia semula tidak berencana melakukan konversi skripsi. Namun, ia mulai tertarik dengan opsi tersebut setelah bergabung dengan organisasi Garuda Sakti Unair, badan otonom kampus yang bergerak di bidang PKM dan Mahasiswa Berpresatsi (Mawapres). Di sana, ia pun mengenal lebih jauh tentang PKM dan menjajalnya.
Menurut Nidya, konversi skripsi dengan PKM tidak mudah. Sebab, penelitian PKM baginya sama-sama sulit dengan penelitian skripsi. Saat menjalani penelitian PKM, ia juga menyusun latar belakang hingga metode di proposal, melakukan bimbingan dengan dosen, sidang, dan penyusunan laporan akhir.