Dalam pemerintahan Hayam Wuruk, Dyah Wiyat tergabung dalam Saptaprabhu yaitu semacam dewan pertimbangan mulai yang beranggotakan keluarga kerajaan. Namun perebutan kekuasaan membuat dirinya harus tersingkir dari lingkaran kekuasaan.
Tidak diketahui pasti kapan Dyah Wiyat meninggal. Pararaton hanya menyebut kematiannya setelah pengangkatan Gajah Enggon sebagai patih tahun 1371. Dyah Wiyat kemudian didharmakan di Adilangu, dengan candi bernama Purwawisesa.
Dalam novel Gadjah Mada, Langit Kresna Hadi menyebut Dyah Wiyat merupakan sekar kedaton yang memiliki kedudukan sosial tinggi. Posisinya sebagai putri raja benar-benar membuatnya jadi incaran.
Dikisahkan dalam novel tersebut, sosok Dyah Wiyat memiliki sifat yang tegar, berwawasan luas, memiliki pandangan ke depan, dan berwibawa. Sosok ini dianggap sangat cocok bila dijadikan sebagai pemimpin.