SURABAYA, PustakaJC.co - Kepemimpinan perempuan masih terus diperdebatkan oleh masyarakat sampai hari ini. Banyak orang yang tidak sepakat dengan kemunculan perempuan sebagai pemimpin di tengah masyarakat secara publik, terlebih di ranah politik kenegaraan. Banyak hal yang melatari pandangan itu, mulai dari sisi agama, ideologi, hingga budaya patriarkhi yang menguasai mayoritas negeri.
Dari sisi agama, doktrin laki-laki yang seharusnya menjadi pemimpin mengakar kuat. Ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits pun menjadi landasan pandangan ini. Pun dari sisi budaya, komunitas masyarakat masih memegang patriarkhisme yang memosisikan laki-laki sebagai pemimpin, orang kelas pertama, sedang perempuan sebagai orang kelas kedua dan tidak berhak untuk memimpin.
KH Abdurrahman Wahid dalam Islam Kosmopolitan: Nilai-Nilai Indonesia dan Transformasi Kebudayaan (2007) menegaskan bahwa di antara hak asasi perempuan dalam Islam adalah hak akan keselamatan profesi atau pekerjaannya. Hak ini terdapat dalam Islam juga Hak Asasi Manusia (HAM). Menurut Gus Dur, perempuan memiliki derajat dan status yang sama dengan laki-laki, baik dalam sisi hak, kewajiban, dan kesamaan kedudukan.