Tokoh

Gus Zainal

Aku Menulis Maka Aku Ada

Aku Menulis Maka Aku Ada
Dok wikipedia

Aku Menulis maka Aku Ada merupakan salah satu jargon untuk mengkampanyekan budaya membaca dan menulis oleh seorang kiai muda (alm.) KH Zainal Arifin Thoha (Gus Zainal).

 

Oleh: Annas Sholahuddin

 

Menurut sumber, Gus Zainal lahir pada di Kediri, 5 Agustus 1972 dengan latar keluarga pesantren¹. Ayahnya seorang kiai bernama KH. Moch. Thoha dan ibunya Hj. Solihatun. Ia wafat pada usia 35 tahun, 14 Maret 2007².

 

Gus Zainal mendirikan Pondok Pesantren Mahasiswa Hasyim Asy'ari, terletak di Desa Panggungharjo, Sewon, Bantul. Dengan mendirikan pesantren tersebut, Gus Zainal berikhtiar membantu anak-anak muda yang ingin melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi, tetapi terkendala biaya.

 

Sebagai seorang pegiat intelektual, dan juga seorang penulis, Gus Zainal menempah santri-santrinya untuk mandiri. Jalan yang relevan menurutnya adalah dengan cara memilin kata.

 

Maka, Gus Zainal mendirikan sebuah komunitas kepenulisan yang bernama Komunitas Kutub di bawah naungan Pondok Pesantren Mahasiswa Hasyim Asy'ari. 

 

Komunitas Kutub adalah salah satu komunitas yang bergerak untuk menumbuhkan budaya baca. Komunitas ini secara masif mempropagandakan budaya baca pada masyarakat untuk melawan kebodohan, keterbelakangan, dan untuk menumbuhkan kualitas generasi bangsa Indonesia³.

 

Berbagai aktivitas berpikir, kecakapan dalam berargumen di ruang diskusi, kepiawaian dalam menulis dan merangkum bacaan di dalam otak menjadi hal yang tidak bisa terlewatkan di komunitas tersebut.

 

Jargon "Aku Menulis, Maka Aku Ada" menjadi titik pemicu sebagai komitmen bersama keluarga besar Komunitas Kutub. Sebagai suatu komunitas, tentu Komunitas Kutub tidak memberikan pelajaran tentang trik dan tata cara bagaimana menumbuhkan budaya baca dan budaya menulis secara formal³. 

 

Meski demikian, di dalam komunitas ini dikembangkan pembelajaran yang sifatnya kultural. Pembelajaran yang mengacu pada proses. belajar yang tidak terpaku pada suatu kurikulum tertentu. Alhasil, anggota komunitas ini akan tetap belajar bagaimana cara menumbuhkan budaya membaca dan menulis melalui komunikasi kelompok yang berlangsung di dalamnya³.

 

Manifestasi bacaan tersebut dituangkan dalam bentuk tulisan. Biasanya para santri akan berlomba-lomba untuk memasukkan namanya di media cetak maupun online melalui karya-karya mereka.

 

Media massa masih menjadi salah satu hal yang prestisius bagi santri Kutub, seperti Jawa Pos, Harian Kompas, Majalah Tempo, Media Indonesia dan masih banyak lagi.

 

Berkat kegigihan dalam bergulat di media massa, Komunitas Kutub menjadi salah satu penghasil bibit-bibit penulis yang handal.

 

Gus Zainal sendiri merupakan tenaga pengajar di kampus Yogyakarta. Selain seorang da'i, ia juga dikenal sebagai penulis yang produktif. ²Tepat di halaman pertama dalam buku Aku Menulis Maka Aku Ada (2005) alm. Gus Zainal mengutip perkataan Imam al-Ghazali sebagai berikut, “Kalau engkau bukan anak raja, dan engkau bukan anak ulama besar, maka jadilah penulis.”

 

Menurut Fairuzul Mumtaz dalam tulisan kolomnya jagadbudaya.com, jika menilik sejarah ulama Indonesia, menurutnya, akan menemukan nama-nama besar seperti KH. Nawawi al-Bantani, KH. Kholil al-Bangkalani, KH. Mahfudz at-Tarmisi, KH. Ihsan al-Jampesi, KH. Hasyim Asy’ari, KH. Bisri Mustofa, KH. Sholeh Darat, KH. Ali Ma’shum, dan KH. Saifuddin Zuhri, kesemuanya menulis kitab-kitab rujukan umat Islam yang sampai sekarang masih dikaji baik di kalangan pesantren, akademisi, maupun masyarakat umum.

 

Bisa disimpulkan bahwa aktivitas menulis merupakan salah satu cara agar tetap dikenang dalam keabadian dengan segala kemanfaatannya.

 

Dalam hal ini, Gus Zainal dalam usianya yang belum 35 tahun, ia sudah banyak menerbitkan buku. ²Gus Zaenal telah membuktikan pesan Imam Ghozali tersebut. Lewat perjuangan keras dan semangat tinggi tanpa kenal lelah, Gus Zaenal Zainal telah sukses mengabadikan pemikirannnya dalam banyak karya, Diantaranya, dalam bentuk antologi puisi, Ketakutan, Musium, Sendyakala, Risalah badai, Rumpun Bambu, Tamansari, Embun Tajalli, Sembilan Penyair Muda Indonesia, antologi puisi tunggal, Air Mata Hati, Harakat Pertemuan, Buku umum.

 

Sebagai pengagum Gus Dur, Gus Zainal, juga menulis pemikiran-pemikiran Gus Dur seperti buku maupun kolom-kolom di media massa. Dalam bukunya, Gus Zainal pernah menulis ²Membangun Budaya Kerakyatan : Kepemimpinan Gus Dur dan Gerakan Sosial NU, Kenyelenehan Gus Dur. 

 

Ia juga dikenal sebagai intelektual muda NU maka tidak heran jika Gus Zainal juga menulis buku-buku bertemakan NU seperti ²Gugatan Kaum Muda NU dan Tantangan Kebudayaan, Runtuhnya Singgasana Kiai, NU, Pesantren dan Kekuasaan, Pencarian Tak Kunjung Usai, Jagadnya Gus Dur, Demokrasi, Kemanusiaan dan Pribumisasi Islam, Korupsi dalam Perspektif Agama-agama: Panduan untuk Pemuka Umat, Dibalik Bencana-bencana, 3M: Muda Muslim Mandiri, 3B: Berusaha Berhasil Barakah, terjemahan, Jiwa-jiwa Auliya’, Mengenal cinta menangkal bahaya, Nasehat penting bagi para pelajar dari Hadratussyekh Hasyim Asy’ari, Atas Segala Rahasia, Orang-orang Ruhani, dan lain-lain.

 

Sumber:

1.https://www.jagadbudaya.com. (2019/5 Mei). Zainal Arifin Thoha. Diakses pada 27 November 2022

2.https://nu.or.id. (2007/23 Maret). Spiritual dalam "Karya Hidup" Zainal Arifin Thoha. Diakses pada 27 November 2022

3. A. Faruqi Munif. (2018). Komunikasi kelompok Komunitas Kutub (Studi Deskriptif Kualitatif Komunikasi Kelompok Pada Komunitas Kutub). (Skripsi, Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2018). Diakses dari https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/35378/

Baca Juga : Perjalanan dan Pelajaran Keilmuan yang Mencerahkan
Bagikan :