“Sebagai abdi dalem kridhastama, cantang balung memang ditugasi untuk membuat lelucon. Sifatnya menghibur, supaya orang yang menyaksikan bisa bergembira,” ujar Dhanang Respati Puguh, sejarawan dari Universitas Diponegoro yang dipaparkan Historia.
Pasukan canthang balung sempat tidak dipakai sejak Kasunanan Surakarta dihapuskan sifat swaprajanya setelah tahun 1945. Namun, pada 1973 pasukan ini kembali tampil dalam perayaan Sekaten Keraton Surakarta hingga hari ini.
“Canthang balung merupakan media untuk menjaga agar upacara dapat berjalan sebagaimana mestinya, sesuai yang diharapkan,” ujar Dhanang.
Arkeolog W.F Stutterheim menyebut pasukan canthang balung merupakan bentuk baru dari pendeta yang berada di barisan terdapat dalam suatu acara keagamaan. Misalnya figur ini ditemukan dalam penelitian relief Candi Borobudur di tahun 1935.
Stutterheim meneliti tokoh brahmana yang digambarkan berjenggot dan berkumis sedang menari. Adegan di relief tersebut diyakini sebagai pendahulu dari pasukan canthang balung yang diadaptasi oleh Keraton Surakarta.