Pada 22 Oktober 1939, Sri Sultan Hamengkubuwono VIII meninggal dunia, dan takhta Kesultanan Yogyakarta pun jatuh ke tangan Dorodjatun. Dorodjatun dinobatkan sebagai Sultan Yogyakarta kesembilan pada 18 Maret 1940 dengan gelar Sri Sultan Hamengkubuwono IX. Ia menyandang dua gelar sekaligus, yakni Pangeran Adipati Anom Hamengku Negara Sudibya Raja Putra Narendra Mataram dan Sampeyan Dalem Ingkang Sinuwun Kangjeng Sultan Hamengkubuwana Senapati ing Ngalaga Abdurrahman Sayidin Panatagama Kalifatullah ingkang Jumeneng Kaping Sanga.
Perjuangan Sri Sultan Hamengkubuwono IX Masa pendudukan Jepang Sewaktu Jepang menduduki Indonesia, banyak penduduk pribumi yang diambil untuk menjadi tenaga kerja paksa (romusha). Untuk melindungi rakyatnya, Sri Sultan Hamengkubuwono IX mengajukan pembangunan kanal irigasi yang menghubungkan Kali Progo dan Kali Opak kepada Jepang. Usulan itu diterima oleh Jepang, sehingga masyarakat Yogyakarta fokus mengerjakan pembangunan kanal irigasi dan terhindar dari romusha.
Kemudian, Sri Sultan Hamengkubuwono IX melakukan beberapa reformasi di kesultanan. Misalnya, pada Juli 1942, ia mengubah nama-nama institusi pemerintahan daerah yang sebelumnya menggunakan bahasa Belanda menjadi bahasa Jawa. Dua tahun setelahnya, sultan juga membuat layanan publik yang bisa diakses oleh siapa saja.