Sejarah mencatat bahwa pada akhir abad ke-16 terdapat sebuah kerajaan Islam di Jawa bagian tengah-selatan bernama Mataram. Kerajaan ini berpusat di daerah Kota Gede sekarang, kemudian pindah ke Kerta, Plered, Kartasura dan Surakarta. Lambat laun, kewibawaan dan kedaulatan Mataram semakin terganggu akibat intervensi Kumpeni Belanda. Akibatnya timbul gerakan anti penjajah di bawah pimpinan Pangeran Mangkubumi yang mengobarkan perlawanan terhadap Kumpeni beserta beberapa tokoh lokal yang dapat dipengaruhi oleh Belanda seperti Patih Pringgalaya. Untuk mengakhiri perselisihan tersebut dicapai Perjanjian Giyanti atau Palihan Nagari.Perjanjian Giyanti yang ditandatangani pada tanggal 13 Februari 1755 (Kemis Kliwon, 12 Rabingulakir 1680 TJ) menyatakan bahwa Kerajaan Mataram dibagi menjadi dua yaitu Kasunanan Surakarta Hadiningrat dan Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Berikut PustakaJC sajikan biodata raja-raja Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat.
Oleh: Intan Permata Ayu
Hamengkubuwono III adalah raja Yogyakarta yang memerintah selama dua periode, yaitu tahun 1810-1811 dan 1812-1814. Tahun 1811, kedudukan Hamengkubuwono III sempat digeser oleh Hamengkubuwana II Namun, Raffles berhasil menangkap Hamengkubuwono II dan mengasingkannya ke Pulau Penang. Hamengkubuwono III pun kembali memimpin Yogyakarta.
Asal Muasal Nama asli dari Hamengkubuwono III adalah Raden Mas Surojo, lahir pada 20 Februari 1769. Ia adalah putra dari Sultan Hamengkubuwono II bersama Gusti Kanjeng Ratu Kedhaton. Saat usianya menginjak umur 41 tahun, tepatnya Desember 1810, terjadi manuver pasukan Belanda ke Keraton Yogyakarta. Manuver ini merupakan buntut antara Sri Sultan Hamengkubuwana II dengan Letnan Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels. Perseteruan ini mengakibatkan Hamengkubuwono II dilengserkan dari jabatannya, yang kemudian digantikan oleh RM Surojo, sebagai Hamengkubuwono III.
Masa Pemerintahan Tanggal 28 Desember 1811, Inggris berhasil merebut jajahan Belanda, khususnya Jawa. Kesempatan ini kemudian dipergunakan oleh Hamengkubuwono II untuk kembali naik takhta dan melengserkan Hamengkubuwono III. Peristiwa perebutan takhta ini terjadi pada 28 Desember 1811. Setelah kembali memimpin, terjadi perseteruan antara Hamengkubuwono II dengan Thomas Raffles, kepala pemerintahan Inggris di Jawa. Pertempuran terjadi di Keraton Yogyakarta, di mana Raffles berhasil menangkap Hamengkubuwono II dan mengasingkannya ke Pulau Penang. Hamengkubuwono III pun kembali diangkat sebagai raja.
Pemerintahan Hamengkubuwono III berakhir di saat meninggalnya, 3 November 1814. Kedudukannya kemudian digantikan oleh putranya, Gusti Raden Mas Ibnu Jarot yang masih berusia 10 tahun sebagai Hamengkubuwana IV. Peninggalan Sri Sultan Hamengkubuwono III membangun Kampung Ketandan, dekat Jalan Malioboro. Awalnya, kampung tersebut merupakan tempat para pekerja pemungut pajak yang digeluti oleh pendatang dari Cina. Di sana, terdapat sebuah bangunan berloteng untuk para penasehat pribadi Sultan, Tan Jin Sing, seorang kapitan Cina dari Kedu. Selain itu, Sri Sultan Hamengkubuwono III juga mendatangkan sebuah kereta kuda dari Inggris yang kabarnya tahan peluru. Kereta ini bernama Kyai Mondro Juwolo.