Tokoh

Raja-Raja Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat

Sri Sultan Hamengkubuwono I

Sri Sultan Hamengkubuwono I
dok kratonjogja

 

Perjanjian Giyanti Tahun 1752, Mangkubumi dengan Raden Mas Said mengalami perselisihan. Perselisihan ini berfokus pada keunggulan supremasi tunggal atas Mataram yang tidak terbagi. Akhirnya, Mangkubumi menawarkan dirinya untuk bergabung dengan VOC dan diterima tahun 1754. Pihak VOC diwakili Gubernur wilayah pesisis utara Jawa Nicolaas Hartingh. Keduanya bertemu untuk berunding langsung pada September 1754. Usai berunding, dicapai kesepakatan bahwa Mangkubumi mendapat setengah wilayah Kerajaan Pakubuwana III. Sementara itu,

 

Mangkubumi harus melepas daerah pesisir untuk disewa VOC seharga 20.000 real yang dibagi dua, Mangkubumi 10.000 real dan 10.000 untuk Pakubuwana III. Akhirnya, tanggal 13 Februari 1755 dilakukan penandatanganan nakah Perjanjian Giyanti yang mengakui Mangkubumi sebagai Sultan Hamengkubuwana I. Perjanjian Giyanti ini juga merupakan perjanjian persekutuan baru antara pemberontak kelompok Mangkubumi bergabung dengan Pakubuwana III dan VOC untuk melenyapkan kelompok Raden Mas Said. Bergabungnya Mangkubumi dengan VOC dan Pakubuwana III adalah cikal bakal pembagian Mataram menjadi Surakarta dan Yogyakarta.

 

Pendirian Yogyakarta Setelah Perjanjian Giyanti ditandatangani, Kerajaan Mataram dibagi dua bagian. Pakubuwana III tetap menjadi raja di Surakarta, sedangkan Mangkubumi dengan gelar Sultan Hamengkubuwana I menjadi raja di Yogyakarta. Bulan April 1755, Hamengkubuwana I memutuskan untuk membuka Hutan Pabringan sebagai ibu kota kerajaan yang menjadi kekuasaannya. Sebelumnya, di hutan tersebut pernah ada pesanggrahan bernama Ngayogya sebagai tempat istirahat.

Baca Juga : KH Abdul Hamid Pasuruan
Bagikan :