“Anak itu melihat mayat. Nah, dalam pelajaran bercerita di kelas, anaknya ngomongin itu tapi semua orang bilang bohong. Padahal, jujur,” ucapnya. Cerita itu demikian membetot perhatian hingga Seno tergerak untuk menulis kisah yang mirip berjudul “Pelajaran Mengarang”, tahun 1992.
“Saya nulis, beda. Jadinya anak yang enggak bisa bercerita karena konflik antara kenyataan dan keterusterangan. Pengertian bahagianya berbeda. Anak-anak seperti itu ada,” katanya. Cerpen yang dimuat harian Kompas itu dialihwahanakan pula menjadi skenario, tahun 1997.
Seno menyunting lagi platform berkisah menjadi prosa hingga menyajikan runutan yang pekat dengan rentetan adegan. Kegamangan Sandra yang diminta mengarang berkelindan dengan bayangan kamar semrawut, lelaki bergonta-ganti mengencani ibunya, hingga cercaan bagai diiris sembilu.