Menjadi pejabat di awal masa otonomi daerah tentu saja memiliki tantangan tersendiri, apalagi untuk Dinas pendidikan, yang semula menjadi satu di pusat, kemudian setelah otonomi menjadi kewenangan daerah. Bagaimana saat itu Bapak menjalaninya?
Memang saat itu saya menjabat di awal otonomi daerah. Karena masih awal, ya hanya beberapa perubahan saja yang di rasa, seperti pertanggungjawaban yang sebelumnya langsung ke pusat, saat otonomi daerah, kita ke Gubernur.
Kalau masalah koordinasi dengan daerah, ya karena sebelumnya sudah terjalin baik antara provinsi dan daerah, maka tidak ada perubahan yang berarti . Memang kewenangan ada di masing-masing kepala daerah, namun terkait pendidikan, kepala daerahnya tetap meminta pertimbangan ke provinsi dulu sebelum mengambil keputusan atau melaksanakan kebijakan.
Sebagai Kepala Dinas Pendidikan Prov Jatim kala itu, Bapak memiliki kebijakan yang luar biasa atau bisa dikatakan viral kala itu yaitu gagasan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Bisa Bapak ceritakan tentang ini?
Jadi, Tahun 2001, ketika terbit UU Otonomi Daerah, dilaksanakan desentralisasi yang di antara wujudnya adalah penyerahan urusan pendidikan (sekolah) kepada pemerintah kabupaten/kota. Pemerintah pusat hanya mengurusi SNPK (standar, norma, prosedur, kebijakan). Urusan 3M (man, money, material) sumber daya manusia, anggaran, dan aset diserahkan kepada pemerintah daerah. Peran provinsi terkait hal ini, yaitu bertindak sebagai koordinator.
Selama pelaksanaan otonomi, banyak sekolah di Jatim, bahkan di hampir seluruh tanah air tidak terurus dengan baik, proses belajar mengajar (PBM) berjalan seadanya, serta fasilitas sekolah banyak yang rusak. Dapat dibayangkan apa yang terjadi di sekolah? Akhirnya, orang tua dan masyarakat yang menjadi sasaran. Sekolah menarik dana dari masyarakat sehingga mereka terbebani. Hal yang lebih memprihatinkan adalah sekolah-sekolah yang berada di lingkungan masyarakat kurang mampu. Mereka tidak bisa berbuat apa-apa. Proses belajar mengajar berjalan apa adanya. Implikasinya, kualitas pendidikan pun menurun.
Karena banyaknya keluhan, baik dari sekolah maupun masyarakat, bahkan dari dinas pendidikan sendiri, muncul gagasan dari Pak Gubernur Imam Utomo, Pakde Karwo yang saat itu menjabat Sekdaprov untuk menganggarkan bantuan operasional sekolah dengan tujuan agar Standar Pelayanan Minimal (SPM) dapat dijalankan oleh sekolah tanpa membebani masyarakat.
Kemudian, saya, sebagai Kepala Dinas Pendidikan diberi arahan untuk merumuskan gagasan tersebut. Tidak hanya satu kali lalu selesai, kami telaah gagasan itu, di sinkronkan dengan Undang-Undang, maka akhirnya jadilah Bantuan Operasional Sekolah tersebut.