"Anda lihat, Akib," kata emak. “Pengetahuan pribadi kita adalah harta pribadi yang tidak terlihat. Itu disimpan dalam pikiran dan perasaan kita, dalam pikiran dan hati kita. Jika kita tidak memperhatikannya, bahkan lebih buruk, jika kita tidak mengolahnya atau mengaktifkannya, tidak ada harta duniawi yang dapat mengompensasi kekurangan atau tidur dari pengetahuan pribadi kita.”

Saat dia berbicara, emak melirikku. Saya menyadari bahwa kata-katanya juga dimaksudkan untuk saya. Memahami minat besar saya dalam belajar, dan kehausan saya akan pengetahuan, emak pernah mengatakan kepada saya bahwa dia akan memberkati dia jika saya memutuskan untuk pergi ke Jawa untuk mencari pengetahuan seperti itu. Apalagi, katanya, ada empat jenis perjalanan yang dipuji dalam ajaran Islam. Hijrah pertama adalah migrasi untuk hidup di antara komunitas Muslim. Kedua, alhaj, untuk pergi ke Tanah Suci Mekah. Ketiga, ziyarah, untuk melakukan ziarah untuk mengunjungi orang-orang suci atau terhormat dan tempat-tempat suci bagi mereka. Keempat, rihla, sebuah pencarian untuk mencari ilmu.

Tersentuh, bangga, dan bernostalgia, ketika dia mengingat setiap orang yang telah membantunya sepanjang jalannya. Ini adalah perasaan yang membasahi Daoed Joesoef, penulis, ketika ia menjadi orang Indonesia pertama yang menerima Doctorat d'Etat (Doktor Negara), yang tertinggi dari jenisnya, dari Universitas Sorbonne, dengan pujian. Ada banyak orang berbaris di koridor ingatannya, dan pada awal garis adalah seorang wanita. "Emak", nama yang dia sebut ibunya — Emak. Dia tanpa lelah mendorongnya untuk belajar, untuk meraih mimpinya. Tapi siapa itu Emak? Apa kata-kata bijak dan ajarannya? Kita dapat membaca semua tentang itu di bab-bab dalam buku ini.