Isu ketiga berkaitan dengan kesiapan kurikulum. P2G mempertanyakan sejauh mana kejelasan terkait kurikulum Sekolah Rakyat yang disebut-sebut akan menggunakan model multi-entry dan multi-exit.
Ia juga menyoroti target pembangunan 200 sekolah yang dilengkapi asrama, dengan total anggaran Rp 5 triliun untuk melayani sekitar 50 ribu siswa. “Angka ini hanya mencakup 0,1 persen dari total siswa nasional yang jumlahnya sekitar 50 juta. Apakah ini proporsional, sementara kondisi sekolah reguler masih banyak yang rusak dan kesejahteraan guru belum merata?” tanyanya.
Keempat, Iman menyoroti prinsip inklusivitas dalam pendidikan. Ia menilai menyatukan anak-anak dari keluarga miskin ekstrem dalam satu jenis sekolah terpisah justru tidak sesuai dengan nilai-nilai pendidikan inklusif.
Lebih lanjut, Iman meragukan kesiapan pemerintah dalam melaksanakan program ini jika tetap dipaksakan dimulai pada tahun ajaran baru mendatang.
“Kalau rekrutmen baru dimulai bulan April, sementara sekolah reguler saja butuh persiapan sejak Februari, ini terkesan terburu-buru,” ujarnya.