Ketua Kongres, Mohammad Tabrani Soerjowitjiro, juga merasa kurang setuju dengan pemikiran Yamin mengenai penggunaaan bahasa Melayu.
Tabrani menyampaikan gagasan tentang penggunaan bahasa persatuan tanpa menggunakan bahasa daerah.
Di sisi lain, bahasa Jawa juga tak disetujui sebagai bahasa persatuan, meskipun pemuda dari etnis Jawa saat itu agak mendominasi organisasi pemuda.
Para pemuda yang merasa belum dapat menyatukan pandangan dalam Kongres Pemuda I tetap melakukan sejumlah pertemuan.
Setelah sejumlah pertemuan antarkelompok pemuda, mereka kemudian sepakat menggelar Kongres Pemuda II di Batavia pada 27-28 Oktober 1928.