Menag Yaqut mencontohkan Suluk Sunan Bonang yang ditulis dengan aksara pegon. Manuskrip itu digunakan untuk melakukan dakwah dan syiar Islam. Disebutkan, umat Islam Indonesia juga mengenal Kitab Al-Ibriz yang sangat popular di kalangan santri. Kitab tersebut ditulis dengan aksara pegon oleh KH Bisri Mustofa. Demikian juga dengan Al-Tarjamah Al-Munbalajah yang ditulis oleh KH Sahal Mahfudz dengan aksara pegon.
“Banyak kitab kontemporer yang bermanfaat bagi peradaban keislaman yang ditulis dengan aksara pegon,” jelas Menag.
Menurut Gus Yaqut, sapaan akrab lain Menag, peran penting aksara pegon lainnya adalah menjadi sarana untuk menulis teks sastra.
"Aksara pegon selain untuk syiar agama, juga digunakan untuk membuat teks sastra. Pegon juga berfungsi untuk surat menyurat. Terutama santri kepada santriwati. Surat-surat raja-raja zaman dulu juga menggunakan aksara pegon sebagai media komunikasi dengan raja yang lain, agar kolonial tidak bisa membaca. Jadi aksara pegon juga menjadi huruf yang sangat taktis yang bisa digunakan untuk mengelabui kolonial agar tidak paham,” tuturnya.