JAKARTA, PustakaJC.co - Presiden Prabowo Subianto membuka ruang diskusi dengan tujuh jurnalis senior di kediamannya di Hambalang, Bogor. Dalam pertemuan tertutup tersebut, Prabowo menjawab sejumlah isu krusial secara langsung mulai dari demonstrasi, revisi Undang-Undang TNI, hingga evaluasi terhadap kinerja pemerintahannya selama hampir enam bulan terakhir.
Diskusi berlangsung di tengah meningkatnya dinamika politik nasional, termasuk kritik terhadap komunikasi publik pemerintah dan penolakan sebagian masyarakat terhadap percepatan perubahan kebijakan strategis. Dilansir dari detik.com Selasa, (8/4/2025).
Prabowo merespons meningkatnya unjuk rasa dalam beberapa waktu terakhir dengan menyebut demonstrasi sebagai hak warga negara yang dijamin konstitusi. Namun, ia menegaskan pentingnya menjaga ketertiban serta menghindari tindakan yang melanggar hukum.
“Masalah demo adalah hal biasa. Dalam negara sebesar kita, demonstrasi dijamin UUD. Tapi kalau ada yang melanggar atau bersifat abusif, ya kita harus proses secara hukum,” ujarnya.
Prabowo juga menekankan pentingnya melihat setiap aksi secara objektif, tidak serta-merta menilai negatif tanpa bukti pelanggaran yang jelas.
Revisi UU TNI
Presiden juga menjelaskan latar belakang percepatan revisi UU TNI yang telah disahkan oleh DPR. Ia menilai perubahan tersebut penting dilakukan demi stabilitas dan efektivitas kepemimpinan di tubuh TNI, mengingat kerap terjadinya pergantian pucuk pimpinan dalam waktu singkat akibat batas usia pensiun.
“RUU TNI dipercepat karena kita mengalami fenomena beberapa tahun terakhir, Panglima TNI dan KSAD berganti tiap tahun karena usianya habis. Ini tidak ideal,” jelas Prabowo Subianto
Prabowo membantah bahwa revisi tersebut merupakan upaya untuk mengembalikan dwifungsi TNI. Menurutnya, fokus perubahan hanya pada penyesuaian usia pensiun perwira tinggi.
Komunikasi Pemerintah Masih Perlu Dibenahi
Terkait isu komunikasi publik, Prabowo mengakui masih terdapat banyak kekurangan dalam penyampaian informasi oleh pemerintah kepada masyarakat. Ia menyebut bahwa hal ini menjadi catatan penting yang harus segera diperbaiki.
“Saya akui, 150 hari ini saya sendiri yang bertanggung jawab. Saya yang salah,” kata Presiden RI itu.
Pengakuan ini disampaikan di tengah kritik terhadap gaya komunikasi beberapa pejabat pemerintah, termasuk Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO) Hasan Nasbi yang sempat melontarkan pernyataan kontroversial terhadap insiden teror kepala babi di kantor redaksi Tempo.
Evaluasi Kinerja
Dalam kesempatan yang sama, Prabowo secara terbuka memberikan penilaian terhadap kinerja pemerintahannya sendiri. Ia menyebut bahwa capaian selama hampir enam bulan belum sepenuhnya memuaskan.
“Kalau diminta memberi nilai, saya kasih nilai 6 dari 10. Artinya, saya ingin bekerja lebih cepat,” ungkap Presiden ke Delapan itu.
Pernyataan tersebut menjadi refleksi atas target tinggi yang dipasang sejak awal masa pemerintahannya. Meski demikian, Prabowo tetap optimistis terhadap arah kebijakan dan kerja pemerintah ke depan.
Sementara itu, hasil survei Litbang Kompas menunjukkan tingkat kepuasan publik terhadap kinerja pemerintah Prabowo-Gibran mencapai 80,9%, menandakan penerimaan masyarakat masih cukup tinggi.
Pertemuan ini memperlihatkan gaya kepemimpinan Prabowo yang terbuka terhadap evaluasi dan kritik. Meskipun masih terdapat banyak tantangan, mulai dari isu komunikasi hingga kebijakan strategis seperti revisi UU TNI, Prabowo menunjukkan kesediaan untuk meninjau kembali langkah-langkah pemerintahannya.
Dengan menempatkan tanggung jawab di pundaknya sendiri, Prabowo mengirim sinyal bahwa pemerintahannya berupaya membenahi kekurangan, tanpa menutupi dinamika yang tengah terjadi di masyarakat. (Ivan)