JAKARTA, PustakaJC.co - Barang-barang buatan Indonesia kini tak lagi leluasa masuk ke pasar Amerika Serikat. Presiden Donald Trump kembali menunjukkan taring proteksionismenya: produk ekspor RI bisa dikenai tarif setinggi 47%.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebut tarif tinggi ini bikin produk Indonesia, khususnya tekstil dan garmen, kalah saing secara brutal di pasar global. Dilansir dari detik.com Sabtu, (19/4/2025).
“Ekspor kita biayanya lebih tinggi. Tarif 10-37% sudah dikenakan untuk tekstil dan garmen, ditambah 10% lagi. Bisa jadi 47% totalnya. Ini concern kita,” tegas Airlangga dalam konferensi pers virtual, Jumat (18/4/2025).
Lebih parah lagi, Indonesia justru tak mendapatkan perlakuan adil dibanding negara-negara pesaingnya di Asia Tenggara. Banyak negara lain menikmati tarif lebih rendah. Sementara Indonesia justru digempur kebijakan tidak setara.
“Kami ingin tarif tidak lebih tinggi dari negara pesaing kita di ASEAN. Kita ingin keadilan, level playing field,” imbuh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian itu.
Sempat ada harapan saat Trump menurunkan tarif dari 32% menjadi 10% untuk sementara waktu (selama 90 hari). Tapi faktanya, itu tidak meringankan beban karena tarif dasar tetap berlaku dan bersifat akumulatif.
Data Tarif Ekspor RI ke AS (per April 2025):
- Tarif dasar tekstil & garmen: 10–37%
- Tambahan tarif proteksionis: +10%
- Total potensi beban tarif: hingga 47%
- Durasi diskon tarif 10%: sementara (90 hari)
Kondisi ini sangat mengancam daya saing industri RI, terutama di sektor padat karya seperti tekstil yang menjadi andalan ekspor dan menyerap jutaan tenaga kerja.
Jika tarif ini terus berlanjut, industri dalam negeri akan makin terjepit. Saat negara lain menikmati akses bebas hambatan, produk RI justru dipajaki habis-habisan. Ini bukan sekadar angka, tapi soal masa depan pekerja, pabrik, dan ekonomi nasional. (Ivan)