JAKARTA, PustakaJC.co - Pengamat komunikasi politik Hendri Satrio menilai pertemuan antara Prabowo Subianto dan Megawati Soekarnoputri bukan sekadar silaturahmi biasa. Ia meyakini pertemuan itu menyimpan kesepakatan atau deal politik penting, meski tak diumumkan secara gamblang ke publik.
“Kalau tidak ada deal, ya tidak akan diumumkan. Kalau ada deal, barulah dibuka bahwa pertemuan itu terjadi,” kata Hensa, sapaan akrabnya, dalam keterangan tertulis, Dikutip dari detik.com Sabtu, (12/4/2025).
Hensa juga menyoroti waktu pengumuman yang dilakukan sehari setelah pertemuan oleh Ketua Harian Partai Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad. Menurutnya, hal ini menunjukkan bahwa komunikasi politik kedua tokoh itu telah menghasilkan kesepahaman tertentu.
“Politik itu soal sinyal. Kalau tidak ada apa-apa, ngapain diumumkan? Ini sinyal yang jelas bahwa ada sesuatu yang dibicarakan,” ujar Pengamat komunikasi politik Hendri itu.
Hensa menekankan, deal politik tak melulu soal menambah kekuasaan. Bisa saja, kesepakatan itu terkait menjaga posisi yang sudah dimiliki tokoh-tokoh PDIP saat ini.
“Misalnya Puan tetap Ketua DPR, atau Mas Pram tetap Gubernur. Itu juga bagian dari menjaga kenikmatan yang sudah ada,” jelasnya.
Terkait posisi PDIP yang menyatakan tetap menjadi oposisi, Hensa menilai hal itu tidak bertentangan dengan kemungkinan adanya deal.
“PDIP itu nyaman di luar pemerintahan. Jadi, bisa saja tetap oposisi, tapi sudah ada kesepahaman soal hal-hal tertentu,” tambah Hendri Satriyo
Ia juga memastikan, isu hukum seperti penahanan Hasto Kristiyanto oleh KPK bukan bagian dari deal. Menurut Hensa, Prabowo bukan tipe yang akan mencampuri proses hukum demi kesepakatan politik.
“Prabowo bukan tipikal yang akan masuk ke ranah intervensi hukum. Jadi kalau pun ada pembicaraan dengan Ibu Mega, bukan soal itu,” tegas Hensa.
Ia menutup analisanya dengan menekankan bahwa pertemuan dua tokoh besar ini menunjukkan saling menghormati tingkat tinggi di atas dinamika politik biasa. (Ivan)