SURABAYA, PustakaJC.co - Strategi diversifikasi Apple kini diuji keras. Upaya perusahaan teknologi raksasa asal Cupertino ini untuk mengurangi ketergantungan dari China malah terbentur kebijakan tarif baru dari Presiden AS Donald Trump. Tarif mencekik diberlakukan bukan hanya ke China, tapi juga ke negara-negara alternatif yang selama ini jadi tulang punggung rantai pasokan Apple, seperti India, Vietnam, Malaysia, dan Thailand.
“Bahkan semua negara yang dipilih Apple untuk diversifikasi produksinya justru kini kena tarif. Ini mimpi buruk logistik dan geopolitik bagi Apple,” tulis laporan CNBC dikutip detik.com Senin, (7/4/2025).
Pukulan Tarif untuk Apple, Semua Negara Kena :
- China: Masih menjadi basis utama, dengan 90% iPhone dirakit di sana. Kini kena tarif total 54% (20% sebelumnya + 34% tambahan).
- India: Target Apple untuk merakit 25% iPhone secara global pada 2025 terganjal tarif baru 26%.
- Vietnam: Basis utama produksi Apple Watch dan iPad, kini terkena tarif 46%.
- Malaysia & Thailand: Keduanya berperan penting dalam produksi Mac, kini masing-masing menghadapi tarif 25% dan 36%.
“Apple bisa kehilangan miliaran dolar hanya karena tarif logistik ini,” kata analis dari Evercore ISI, lembaga riset pasar teknologi terkemuka.
Apple selama ini giat memindahkan lini produksinya dari China untuk merespons tensi dagang AS-Tiongkok. Namun kenyataannya, lebih dari 80% kapasitas produksi Apple masih berada di China, terutama melalui pabrik mitra utama mereka, Foxconn.
India menjadi harapan baru. Tapi meski pemerintah India mendorong produksi dalam negeri, realisasi Apple baru sekitar 10-15% dari total produksi iPhone global. Target 25% di akhir 2025 tampaknya akan sulit tercapai dengan tekanan tarif terbaru.
Vietnam selama ini dikenal sebagai pengganti favorit China dalam rantai pasok global. Tapi kini, hampir semua perakitan Apple Watch (90%) dan sebagian besar iPad (20%) di Vietnam ikut terseret tarif tinggi. Hal ini menjadikan negara-negara ASEAN rentan terhadap volatilitas kebijakan luar negeri AS.
“AS kini seperti menutup semua opsi industri global yang sudah mereka dorong sendiri sebelumnya,” komentar analis Dan Ives dari Wedbush Securities.
Meski Apple mengumumkan investasi besar di AS senilai USD 500 miliar, produksi massal tetap tidak dilakukan di negeri sendiri. Satu-satunya pabrik besar di AS hanya memproduksi Mac Pro di Texas.
Dengan semua jalur produksinya kini terkena tarif besar, Apple menghadapi dilema baru. Jika tetap bertahan, margin keuntungannya bisa tergerus. Jika mundur, rantai pasokan global bisa terguncang. Di tengah tekanan geopolitik dan perdagangan global, Apple kini berada di tengah badai yang mereka coba hindari sejak awal. (Ivan)