Berita ini disuport oleh BPBD Jatim
SURABAYA, PustakaJC.co – Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jawa Timur merilis jumlah bencana alam yang mengepung sepanjang 2023. Mulai dari bencana alam angin kencang, banjir, hingga kebakaran hutan.
Meski demikian, bencana alam di provinsi ini sepanjang tahun 2023 mengalami penurunan dibanding 2022.
Kalaksa BPBD Jatim, Gatot Soebroto mengatakan, setelah adanya evaluasi, jumlah kejadian bencana alam di tahun 2023 dibanding 2022 mengalami penurunan. Dimana beberapa wilayah yang sebelumnya terjadi bencana alam, kebetulan tidak mengalami bencana.
"Berdasar data BPBD Jatim, sepanjang 2022 terjadi 244 kejadian bencana alam, terdiri dari 224 kejadian sedang dan 20 kejadian tinggi. Pada 2023, sebanyak 118 kejadian, terdiri dari 99 kejadian sedang dan 19 kejadian tinggi, " kata Gatot dalam keterangan tertulis yang diterima PustakaJC.co, Senin, (15/1/2023).
Turunnya angka bencana alam itu, menurutnya, terjadi karena keterlibatan peran pemerintah pusat, provinsi dan daerah. Kenapa demikian, karena banyak infrastruktur yang dibangun pemerintah. Seperti, bendungan, perbaikan irigasi dan tanggul-tanggul sungai.
Juga pintu air di Probolinggo yang diresmikan Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa. Pemprov Jatim juga melakukan penanaman pohon, seperti mangrove dan pohon di wilayah yang gundul, itu mempengaruhi potensi bencana alam di Jatim.
"Yang pasti, dukungan dari masyarakat dan semua pihak sangat berpengaruh. Dimana kita tahu dengan semakin banyaknya masyarakat menanam pohon, otomatis mempengaruhi wilayah yang sebelumnya mengalami banjir dan gundul, " imbuhnya.
Mantan Kepala Biro Kesra Setdaprov Jatim ini menambahkan, hal itu juga sejalan dengan arahan Presiden, agar bencana alam menjadi skala prioritas di dalam hal penanganan bencana alam di Indonesia.
Sementara itu, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat selama tahun 2023 terjadi 4878 bencana di Indonesia, dengan korban mencapai 8,6 juta orang dan 32,809 unit rumah rusak.
Berbagai kejadian besar termasuk banjir, longsor, gempa bumi, dan letusan Gunung Merapi terjadi di berbagai daerah sepanjang tahun 2023.
Tingginya jumlah bencana alam menuntut perhatian serius dari pemerintah dan masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan dan kesiapsiagaan dalam menghadapi potensi bencana di masa yang akan datang.
"Kolaborasi antar instansi dan partisipasi aktif masyarakat menjadi kunci dalam mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh bencana tersebut," imbuh Gatot.
Terkait potensi bencana 2024, Gatot mengatakan sudah melakukan langkah-langkah rapat koordinasi, kesiapan sarana prasarana, kesiapan material banjir, serta kegiatan Bu gubernur bersih-bersih sungai dan pembangunan bendungan, irigasi, perbaikan tanggul dan pintu air.
Yang menjadi prioritasnya, yaitu daerah aliran sungai (DAS), antara lain Bengawan Solo dan Brantas. Tetapi, tidak menutup kemungkinan perhatian wilayah-wilayah sungai yang dikelola provinsi, seperti sungai Welang dan Bajulmade.
“Dimana di wilayah tersebut, sudah dilakukan kegiatan normalisasi dan bersih-bersih sungai oleh warga dan lembaga masyarakat dan Pemda setempat,” jelasnya.
Gatot menyebut ada beberapa wilayah rawan banjir yang saat ini menjadi prioritas, antara lain Pasuruan, Gresik, Lamongan, Bojonegoro, Mojokerto dan Sampang. Selain banjir, terhitung mulai 1-10 Januari 2024, sudah ada kejadian bencana, khususnya angin puting beliung.
Dimana, beberapa daerah-daerah tersebut merupakan jalur adanya puting beliung. “Sudah ada tujuh kejadian puting beliung di Nganjuk, Madiun, Jember dan Banyuwangi. Tetapi, yang paling sering terjadi puting beliung di wilayah Madiun. Jadi, yang harus diwaspadai banjir dan puting beliung,” ungkapnya. (ayu)