Bukan tanpa alasan, Menteri Teten melanjutkan bahwa Korporatisasi Petani dianggap menjadi hal yang urgent mengingat hasil pertanian Indonesia masih mengandalkan teknologi sederhana bergantung pada alam. Padahal sektor pertanian ini sangat mempengaruhi inflasi pangan.
Tidak hanya itu, permasalahan biaya produksi yang tidak murah juga masih menjadi momok petani Indonesia yang mayoritas bersifat perorangan.
"Korporatisasi Petani ini nantinya akan didukung dengan sistem pembiayaan free financing sehingga ada kepastian harga dan market kepada petani," pungkasnya.
Sebelumnya, Deputi Gubernur Bank Indonesia Juda Agung mengatakan, pada kesempatan ini Kantor Perwakilan BI Jatim meluncurkan Program Unggulan TPID dalam Sinergi dan Inovasi Pengendalian Inflasi Pangan Jawa Timur. Pertama DIGDAYA-Digitalisasi dan Inovasi Budidaya Pertanian.
Melalui berbagai program yakni Program digital farming Jawa Timur, Program 100 Green House, Implementasi penggunaan pupuk organik dan agen hayati, Bantuan alsintan dan saprotan untuk mendukung program mekanisasi pertanian serta Program kemandirian Ekonomi pesantren
Kemudian, AMUKTI (Amankan Distribusi Pangan Strategis) melalui program yakni Sembako murah bersama QRIS, Digitalisasi rantai pasok pangan dan operasi pasar serta Kesepakatan kerjasama perdagangan intra Jatim dan antar Provinsi.
“Serta PALAPA (Pembiayaan Inklusif Pelaku Usaha Pangan). Melalui berbagai program yakni program pembiayaan melalui Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB), subsidi bunga pinjaman melalui Program Kredit Sejahtera (PROKESRA) dan Program Kredit Pertanian Jatim (PKPJ),” tutupnya. (pstk01)