Menurut dirjen PKH Kementan, saat rakor virtual, tanda klinis penyakit PMK pada hewan ternak meliputi, demam tinggi (39-41 derajat celcius), keluar lendir berlebihan dari mulut dan berbusa, Luka-luka seperti sariawan pada rongga mulut dan lidah, tidak mau makan, kaki pincang, Luka pada kaki dan diakhiri lepasnya kuku, sulit berdiri, gemetar, napas cepat, produksi susu turun drastis dan menjadi kurus.
Agar penyebaran PMK tidak semakin meluas, Gubernur Khofifah menyampaikan rencana penanganan dan tindak lanjut telah dilakukan Dinas Peternakan Provinsi Jatim dengan melibatkan Pusat Veteriner Farma (Pusvetma) selaku laboratorium rujukan PMK di Indonesia dan Balai Besar Veteriner (BBVET) Wates selaku laboratorium penguji.
Dinas Peternakan Jatim sudah melakukan beberapa tindakan, antara lain bersama tim Kabupaten melakukan pengobatan simtomatis untuk mengurangi Panic Selling, bersama BBVET dan PUSVETMA.
Upaya itu dilakukan dengan cara pengambilan sampel dan peneguhan diagnosa, serta melakukan surveillans epidemiologi untuk menentukan sebaran penyakit dan menentukan jumlah ternak terancam.
Sementara untuk upaya tindak lanjut, Gubernur Khofifah menambahkan, pihaknya telah kordinasi dengan Kementan untuk menyediakan obat-obatan dalam rangka melanjutkan pengobatan simtomatis pada ternak yang terjangkit PMK. Hal ini dilakukan untuk mengurangi potensi Panic Selling. Obat- obatan dimaksud hari ini telah sampai di Jawa Timur
Selain itu hari ini, Sabtu (7/5) Pemprov Jatim telah mengusulkan penetapan status Wabah PMK pada 4 Kabupaten yang dinyatakan positif, melakukan pembatasan lalu lintas ternak dari dan menuju daerah wabah. Hal ini antara lain untuk bisa akses vaksin PMK mengingat Indonesia pada dasarnya sudah dinyatakan bebas PMK sejak tahun 1986.
“Rakor memutuskan bahwa akan dilakukan penutupan sementara Pasar Hewan pada daerah wabah, melakukan depopulasi terbatas pada ternak yang terkonfirmasi positif terkena PMK sesuai SOP Kementan serta melakukan pengobatan serta penyiapan Vaksinasi pada ternak sehat pada daerah terancam minimal cakupan 70% dari Populasi,” jelasnya. (ayu