SURABAYA, PustakaJC.co - Di tengah maraknya tren pernikahan modern, ada satu tradisi unik yang masih bertahan di Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Tradisi ini dikenal dengan nama ganjuran, di mana peran gender dalam proses lamaran terbalik. Bukan pria yang melamar wanita, namun justru wanita yang melamar pria.
Konon, asal-usul tradisi ganjuran bermula dari kisah seorang bupati Lamongan yang memiliki dua putri cantik jelita. Karena jatuh cinta pada seorang pemuda desa, kedua putri tersebut memberanikan diri untuk melamar secara langsung. Sejak saat itu, tradisi ini terus lestari dan menjadi bagian tak terpisahkan dari budaya Lamongan.
Proses ganjuran sendiri memiliki tahapan yang cukup rumit. Dimulai dari prosesi, seperti njaluk, ganjur, milih dino, dan pernikahan. Di mana orang tua pihak wanita meminta kepada si pria untuk menjadi menantunya. Setelah meminta (njaluk), mereka melakukan ganjuran (lamaran) ke pihak pria, lalu pihak pria membalas ganjuran itu selang beberapa hari. Kalau semua sudah saling setuju, baru kedua pihak menentukan hari pernikahannya, setelah itu mereka menikah.