SURABAYA, PustakaJC.co – Kecanduan judi online tidak hanya mempengaruhi kondisi psikologis korban, tetapi juga dapat menyebabkan rusaknya hubungan keluarga.
Psikolog klinis Ratih Ibrahim, yang merupakan lulusan Universitas Indonesia, menjelaskan bahwa banyak korban judi online yang datang untuk berkonsultasi karena khawatir hubungan mereka dengan keluarga akan terganggu.
"Dari 10 yang datang hanya satu atau dua yang datang sendiri, sisanya dibawa sama keluarganya karena diultimatum oleh keluarganya. Kalau nggak ikut terapi (akan) cerai lah, cabut dari kartu keluarga, nggak bertanggung jawab lagi, tanda tangan, notaris, pengadilan, pemutusan hubungan keluarga," ujar Ratih, seperti dilansir dari Antara.
Dia mencatat bahwa sebagian besar korban judi online berada pada rentang usia produktif, yaitu antara 18 hingga 40 tahun. Rata-rata, mereka mengeluhkan putusnya hubungan keluarga dan kurangnya dukungan terhadap keputusan yang berkaitan dengan perjudian online.
Korban judi online sering kali menghadapi tekanan finansial akibat tagihan utang yang terus membayangi, sehingga menyebabkan mereka merasa cemas, tertekan, bahkan paranoid terhadap orang-orang di sekitar mereka.
Korban judi online sering menghadapi masalah psikologis seperti kecemasan, ketakutan, depresi, isolasi diri, dan perasaan tak berdaya. Mereka juga dapat mengalami gangguan dalam hubungan sosial karena rasa curiga terhadap penilaian orang lain terhadap dirinya.
Untuk mengatasi kecanduan judi online, dukungan keluarga sangat penting agar korban tidak kembali terjerumus. Mendengarkan tanpa menghakimi, memberi semangat, dan menunjukkan empati dapat membantu pasien merasa diterima dan termotivasi untuk sembuh.
"Jadi, keluarga itu sangat kuat, signifikan, penting perannya untuk membantu untuk sembuh, terutama dukungan emosional bahwa ngerti masalah kamu, berusaha untuk tidak menghakimi karena mengerti, ngasih semangat bisa sembuh, tetapi, di satu sisi juga harus bisa tegas, membatasi, disiplin," kata Ratih.
Keluarga dapat memberikan dukungan teknis dengan terlibat dalam terapi, mengelola keuangan korban, mencegah akses untuk berjudi, menghindari pembicaraan tentang judi, serta mengajak korban untuk aktif dengan kegiatan seperti olahraga atau bercocok tanam.
Pemulihan bukan hanya tanggung jawab pasien, tetapi juga memerlukan peran aktif keluarga, komunitas, dan pemerintah sebagai penegak hukum. (nov)