Gaya Hidup

Babak Baru Kenaikan Harga Beras

Babak Baru Kenaikan Harga Beras
Dok ekbis

 

Data Badan Pangan Nasional menyebutkan CBP pada Oktober 2022 lalu hanya sebesar 673,6 ribu ton. Padahal sesuai amanat FAO penentuan CBP menggunakan metode Stock to Utilization Ratio yang berkisar 2,5 – 3,5 persen dari total konsumsi penduduk (1,25 – 1,5 juta ton beras). Stok penyangga yang sangat kecil tersebut membuat pemerintah kedodoran dalam melakukan intervensi pasar saat terjadi gejolak harga seperti sekarang ini. Pemerintah pun memutuskan impor beras 500 ribu ton untuk memadamkan kebakaran.

 

Selain stok penyangga beras yang minim, tingginya harga beras saat ini juga dipicu oleh siklus tahunan musim paceklik. Menurut Syafaat (2002), musim paceklik ditandai oleh defisit pasokan beras ke pasar akibat minimnya produksi beras. Bulan-bulan paceklik yaitu September, Oktober, November, Desember, Januari, dan Februari. Pada bulan-bulan tersebut gabah/beras yang disimpan petani kurang dari satu persen per bulan dari total produksi setahun.

 

Kenaikan harga beras juga disebabkan oleh kenaikan harga faktor produksi seperti kenaikan harga BBM, pupuk, obat-obatan, dan sarana produksi lainnya. Orang awam mungkin menganggap kenaikan harga beras saat ini menguntungkan petani. Anggapan ini tidak sepenuhnya benar, karena pada saat musim paceklik sebagian besar beras sudah berada di tangan para pedagang dan juragan beras.

 

Di sisi lain, sebagian besar petani kita adalah petani gurem yang menggarap sawah kurang dari 0,5 hektar. Saat musim paceklik seperti sekarang ini mereka telah menjadi net consumer beras. Beras yang mereka simpan sudah habis dikonsumsi keluarga, sehingga mereka harus membeli beras seperti rumah tangga lainnya.

Baca Juga : Nikmati Relaksasi Maksimal dengan Sauna, tapi Kenali Juga Risikonya!
Bagikan :