SURABAYA, PustakaJC.co - Di tengah kelangkaan minyak goreng, sebagian orang masih setia mencari dengan merek yang biasa dipakainya. Merek baru yang bermunculan tak dilirik karena mereka ragu akan kualitasnya.
Sebetulnya, bagaimana cara terbaik dalam memilih minyak goreng? Ahli gizi Prof Dr Ir Sri Anna Marliyati MSi dari Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia (FEMA) Institut Pertanian Bogor (IPB) mengungkapkan, ada beberapa hal yang bisa dicermati masyarakat dari tampilan minyak goreng, dikutip dari akun Youtube IPB TV.
1. Perhatikan warnanya
Sering kali masyarakat menganggap bahwa dari segi tampilannya, minyak goreng bagus adalah yang terlihat jernih, pucat atau bening. Padahal, minyak dengan kandungan karoten yang tinggi, warnanya tidak terlalu pucat, melainkan sedikit ke arah oranye, tapi muda.
"Ini yang sebenarnya memiliki kandungan baik untuk tubuh kita," kata Prof Sri.
Warna oranye atau kuning keemasan ini merupakan indikator kandungan vitamin A di dalam minyak. Semakin pucat warna minyak kelapa sawit, biasanya kandungan vitamin A di dalamnya kian sedikit, bahkan bisa jadi sudah tidak ada.
Agar berwarna lebih pucat, minyak goreng biasanya melalui proses bleaching. Proses ini dilakukan dengan penambahkan bahan kimia yang kemudian dapat menghilangkan atau menurunkan kadar karoten.
"Ini yang sebenarnya agak merugikan dari segi gizi karena tubuh tidak mendapat karoten alami," ungkap ketua tim penyusun modul Isi Piringku 4-6 tahun tersebut.
2. Memilih produk fortifikasi
Untuk menyiasati minimnya kandungan karoten dalam minyak goreng, masyarakat dapat memilih produk yang sudah difortifikasi vitamin A. Sekarang sudah banyak muncul produk di pasaran yang melakukan proses penambahan Vitamin A sintesis ke dalam minyak goreng.
3. Proses penyaringan
Perhatikan juga proses penyaringan yang dilalui dalam produksi minyak goreng. Informasi ini biasanya tertera di kemasan.
Proses penyaringan dimaksudkan agar minyak tidak tidak keruh dan mudah mengendap. Penyaringan dapat mengurangi kandungan lemak jenuh yang sulit dibakar tubuh.
Lemak jenuh mudah mengendap dan memicu berbagai penyakit. Saat menjalani proses penyaringan, minyak goreng akan diendapkan hingga asam lemak yang jenuhnya terpisah.
Yang diambil hanya bagian minyak cairnya saja. Keberadaan lemak jenuh ini baru ketahuan saat didinginkan dengan suhu agak rendah, yakni dengan adanya endapan.
Penggunaan berulang
Menurut dokter spesialis gizi klinis Inge Permadhi, sebenarnya masyarakat tidak perlu terlalu bingung memilih mana produk yang paling baik di pasaran. Apalagi, jika minyak goreng yang dijual sudah terdaftar di Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
"Sesuatu yang dijual harus disahkan, direkomendasikan Kementerian Kesehatan bahwa itu layak. Kalau tidak, dari mana tahu syarat-syarat minyak sebagai layak jual sudah terpenuhi atau belum, kepada siapa kita percaya? Harus kepada pemerintah, di sanalah kepercayaan sebagai konsumen bisa, jadi sudah oke-lah," kata dr Inge saat dihubungi Republika.co.id, dikutip Senin (14/3/2022).
Untuk minyak rumahan atau minyak letik yang terbuat dari bahan kelapa, bukan kelapa sawit, kemungkinan orang tidak tahu proses pembuatannya seperti apa dan bagaimana kandungan persisnya. Sementara itu, acuan BPOM, kandungannya sudah stabil sesuai yang dituliskan produsen di kemasan.
Dari sisi kesehatan, dr Inge menjelaskan bahwa sebaiknya pemakaian minyak goreng hanya boleh sekali pakai. Seharusnya minyak goreng tidak digunakan kembali setelah sekali pemakaian.
Memang ada yang mengatakan, minyak kelapa sembilan kali dipanaskan pun tidak akan jadi masalah. Nutrisinya disebut tidak rusak.
Berbeda dengan minyak sawit yang sudah dipakai menggoreng, misalnya, untuk memasak ikan. Sebenarnya, sesudah itu, minyak tersebut sudah tidak layak dipakai karena dalam ikan, ada zat-zat larut yang akan merusak minyak.
"Jadi kalau menurut saya, sangat tergantung dengan apa yang digoreng, misalnya hanya dipanaskan doang tapi tidak menggoreng, tidak masalah, tapi kalau dibuat menggoreng banyak sekali, harusnya tidak dipergunakan lagi,” jelas dia.
Sementara itu, Prof Sri menjelaskan, minyak yang gelap dan sudah menghitam tentu berbahaya jika digunakan. Sebab, ada senyawa dari proses sisa penggorengan bahan yang bersifat karsinogenik.
Penggunaan minyak disarankan tidak boleh lebih dari tiga pengulangan. Pasalnya, hasil proses pemanasan berulang dengan suhu tinggi memicu radikal bebas yang berbahaya bagi tubuh.
"Jika sering dikonsumsi, memicu penyakit jantung koroner karena ada proses oksidasi, LDL teroksidasi, bisa juga pembentukan plak di pembuluh darah dan bisa ke arah kanker," jelas Prof Sri. (int)