SURABAYA, PustakaJC.co - Seiring dengan perkembangan online shop dan marketplace, perilaku impulse buying menjadi salah satu masalah baru yang muncul. Budaya promosi baru membuat orang menginginkan dan membeli benda-benda yang tidak benar-benar dibutuhkannya. Impulse buying ternyata memiliki latar belakang psikologis dan juga memicu berbagai gangguan psikologis. Contohnya, jika benda yang diinginkan tidak dapat atau tidak sesuai dengan keinginan, bisa memicu kecemasan dan rasa tidak bahagia.
Apa itu impulse buying? Dilansir dari Pijar Psikologi, impulse buying adalah perilaku membeli secara berlebihan dan tidak didasarkan pada pertimbangan yang matang. Ketika sudah memiliki dorongan untuk membeli, ia akan mempertahankan keinginan tersebut dan membeli barang yang diinginkannya. Perilaku ini merupakan perilaku hedonistik karena diiringi rasa puas ketika berhasil membeli benda tersebut. Sayangnya banyak efek negatif yang ditimbulkan perilaku ini.
Contoh impulse buying digambarkan dalam film Confessions of a Shopaholic yang tayang pada tahun 2009. Film ini mengisahkan seorang wanita bernama Rebecca Bloomwood yang secara terus menerus membeli benda-benda keluaran terbaru yang tidak benar-benar dibutuhkannya. Bahkan, Rebecca sampai terlilit hutang dalam jumlah yang besar karena selalu menuruti keinginannya berbelanja. Hari-hari Rebecca dihantui rasa cemas karena sering diteror dan diikuti oleh penagih hutang.