YOGYAKARTA, PustakaJC.co - Buka puasa rasanya tak lengkap tanpa gorengan, namun konsumsinya ternyata kurang baik untuk kesehatan. Begini penjelasan ahli dari Universitas Gadjah Mada (UGM).
Menu buka puasa orang Indonesia tak jauh-jauh dari gorengan. Panganan gurih renyah ini dianggap nikmat untuk mengisi perut usai berpuasa seharian.
Gorengan juga relatif murah dan mudah ditemukan di berbagai tempat. Biasanya gorengan dimakan bersama lontong, bihun goreng, hingga guyuran sambal kacang.
Sayangnya di balik kenikmatan gorengan, menu ini tidak disarankan dikonsumsi saat buka puasa. Hal ini lantaran kandungan gizinya.
"Gorengan sangat tidak direkomendasikan untuk berbuka karena komposisinya dominan karbohidrat dan lemak tidak sehat," kata Dietisien Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FKKMK) UGM, Tony Arjuna.
Tony menyebutkan proses pengolahan gorengan biasanya menggunakan minyak yang telah dipakai secara berulang-ulang. Kondisi tersebut menjadikan minyak sebagai sumber kolesterol yang sebenarnya tidak ideal untuk digunakan.
"Kan jarang yang ada gorengan yang 1-2 kali pakai ganti minyaknya. Kebanyakan minyak yang digunakan itu sudah dipakai berkali-kali dan jadi model sumber kolesterol," paparnya.
Selain mengandung lemak tidak sehat, Tony menjelaskan gorengan juga tersusun dari karbohidrat sederhana. Karbohidrat jenis ini sifatnya cepat dibakar dan dicerna oleh tubuh. Kondisi tersebut menjadikan kadar gula darah dalam tubuh menjadi cepat turun sehingga membuat cepat merasa lapar.
"Berbuka dengan yang manis sebenarnya juga tidak terlalu ideal karena karena cepat menaikkan gula darah dan turunnya juga cepat sehingga mudah merasa lapar kembali," jelasnya.
Ia merekomendasikan menu berbuka puasa dengan mengonsumsi jenis karbohidrat kompleks. Hal itu karena karbohidrat kompleks lebih lambat dicerna oleh tubuh sehingga kenyang lebih lama dan tidak cepat merasa lapar. Ia mencontohkan jenis karbohidrat kompleks yang baik dikonsumsi saat berbuka puasa adalah buah-buahan.
"Kalau makan besar sebaiknya yang dikonsumsi yang dominan proteinnya karena pengolahan dalam tubuh lebih pelan dan menaikkan gula darah dalam tubuh secara perlahan," tuturnya. (int)