Kuliner

Matoa, Tanaman Identitas dari Tanah Papua

Matoa, Tanaman Identitas dari Tanah Papua
dok th jpg

 

Matoa bisa langsung dikonsumsi dan rasanya segar serta memiliki aroma yang menyegarkan khas buah-buahan tropis. Bila sedang musim, matoa banyak dijual di pasar dan pedagang kaki lima. Karena kulitnya tebal dan keras, matoa cenderung awet dan bisa disimpan sampai satu minggu tanpa pengawetan.

 

Buah matoa tersebar di dataran Seko (Jayapura), Wondoswaar-Pulau Weoswar, Anjai Lebar, Warmare, Armina-Bintuni, Ransiki, Pami-Nuni (Manokwari), Samabusa-Nabire, dan Pulau Yapen.

 

Di daerah lain, buah ini dikenal dengan beberapa nama. Di Sumatra, matoa dikenal dengan nama kongkir, lauteneng, atau pakam. Sedangkan di Kalimantan, buah ini biasa disebut galunggung, jampango, kasei, atau landur. Sementara orang Sulawesi mengenalnya dengan nama kase, landung, nautu, atau wusel. Di Jawa, buah ini disebut jagir, leungsir, atau sapen. Kemudian di Maluku disebut hatobu, loto, ngaa, atau tawan. Di Papua sendiri masyarakatnya mengenal nama lain matoa seperti ihi, mendek, mohui, senai, tawa, atau tawang.

 

Pada dasarnya buah matoa tersebar di seluruh dataran rendah hingga ketinggian 1.200 mdpl di wilayah Papua. Tanaman ini dapat tumbuh di daerah dengan kondisi tanah kering atau tidak tergenang air dan cocok dengan iklim curah hujan tinggi. Selain tumbuh subur di Papua, matoa juga ditemukan di daerah lain seperti Jawa, Maluku, dan Sulawesi karena memang termasuk tanaman yang mudah beraptasi dengan kondisi lingkungan serta tahan serangan serangga.

Baca Juga : Pabrik Es Subur Sidoarjo, Benarkah Dibangun dari Zaman Belanda?
Bagikan :