SURABAYA, PustakaJC.co - Pernahkah Kawan mengalami pengalaman yang tidak mengenakan saat menggunakan pelayanan publik? Misalnya mengalami tindakan pungli. Pungutan Liar (pungli) merupakan tindakan meminta uang atau barang kepada seseorang, instansi, atau perusahaan yang tidak sah. Hal ini bisa terjadi di mana saja dan kepada siapapun di jalanan, perusahaan, ataupun di instansi pemerintah.
Pungli juga termasuk tindak pidana korupsi yang harus diberantas agar tidak merusak kepercayaan masyarakat terhadap lembaga atau pelayanan publik. Pelayanan publik adalah serangkaian proses yang dilakukan secara rutin dan terus menerus mencakup aspek organisasi dalam masyarakat.
Menurut Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik. Pelayanan Publik merupakan kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara juga penduduk atas barang, jasa dan pelayanan administratif oleh penyelenggara pelayanan publik.
Dinas Perhubungan DKI Jakarta menyediakan layanan mobil derek, yang merupakan salah satu pelayanan publik sebagai upaya untuk menertibkan kendaraan yang parkir sembarangan, terutama di pinggir jalan dan kawasan permukiman.
Langkah ini diambil untuk menjaga ketertiban lalu lintas sekaligus memastikan fasilitas umum digunakan sebagaimana mestinya. Masyarakat yang menemukan kendaraan parkir liar dapat melaporkannya melalui kanal yang disediakan.
Layanan ini memudahkan masyarakat dalam berpartisipasi menjaga ketertiban lingkungan. Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta mengingatkan bahwa jalan raya maupun jalan di lingkungan pemukiman adalah fasilitas umum. Oleh karena itu, pemanfaatan untuk kepentingan pribadi, seperti parkir liar kendaraan dilarang keras.
Dalam pungli, seorang yang diatur dalam salah satu bentuk maladministrasi yang disebabkan beberapa faktor, salah satunya keterbatasan mengenai informasi layanan yang tidak dapat diakses oleh pengguna layanan.
Inilah pentingnya standar pelayanan publik memberikan keterbukaan akses informasi kepada masyarakat dalam sebuah pelayanan baik secara persyaratan, prosedur, biaya, dan jangka waktu dapat diketahui oleh masyarakat secara transparan dalam penyelenggaraannya.
Pelayanan publik yang terbuka, transparansi proses pelayanan publiknya dan mendorong budaya antikorupsi di lingkungan pegawai pemerintah, menciptakan kepercayaan masyarakat akan pelayanan publik.
Dalam KUHP pelaku pungli non ASN dapat dijerat dengan pasal 368 ayat 1. Siapapun yang mengancam atau memaksa orang lain untuk memberikan sesuatu akan terancam pidana penjara paling lama sembilan tahun.
Bagi pelaku pungli dari pejabat, aparatur sipil negara atau penegak hukum dapat ditindak sesuai dengan aturan dalam badan pemerintahan itu sendiri atau pada PP Nomor 94 Tahun 2021 tentang disiplin PNS, hukuman yang dijatuhkan kepada PNS yang terbukti melakukan pelanggaran.
Kasus dugaan pungli menjadi cerminan dari permasalahan yang lebih luas dalam penyelenggaraan pemerintahan. Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan komitmen yang kuat dari semua pihak untuk membangun sistem pelayanan publik yang lebih baik, transparan, dan akuntabel.
Banyak cara yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya pungutan liar oleh oknum tidak bertanggung jawab, misalnya dengan sosialisasi Stop Pungli sebagai bentuk pencegahan dan pemberantasan pungutan liar. (int)