SURABAYA, PustakaJC.co - Remaja merupakan sebuah masa yang sangat menantang. Banyak perubahan yang terjadi. Diantaranya perubahan fisik, tantangan emosional, mengalami kasus-kasus yang memicu munculnya masalah kesehatan mental dan lainnya.
Beberapa orang tua merasakan kesulitan menghadapi anak remaja. Kebanyakan mereka tidak lagi terbuka pada orang tua dan lebih menyukai bercerita pada teman sebayanya. Orang tua juga tidak selalu bisa menerima perubahan pada anak saat remaja. Dimana pada usia sebelumnya anak berperilaku manis, nurut pada orang tua dan seketika berubah saat memasuki usia remaja.
Tantangan terbesar orang tua adalah bagaimana bisa menumbuhkan empati dan tidak mudah menyalahkan anak, agar bisa tetap menjalin hubungan yang hangat dan utuh dengan anak remaja. Namun lagi-lagi hal tersebut tidak semudah membalik telapak tangan, mengingat pada usia remaja egosentrisme anak mulai muncul bahkan menguat.
Kebanyakan remaja akan coba-coba hal yang sebelumnya tidak mereka temui. Mereka dihadapkan pada banyak pilihan sulit seperti identitas gender, kencan, seksual, alkohol dan narkoba, merokok dan perilaku-perilaku berisiko lain yang hadir melalui circle sosial mereka. Tak jarang anak memberontak dan menolak campur tangan orang tua terhadap kebingungan mereka tentang hal-hal tersebut.
Di sisi lain, orang tua ingin anak remaja mereka bisa terhindar dari pengaruh-pengaruh buruk lingkungan sosialnya. Dalam hal ini orang tua biasanya langsung menetapkan batasan yang sifatnya larangan anak untuk melakukan hal ini dan itu, karena khawatir anak akan jatuh dalam pilihan yang kurang tepat.
Dalam kondisi inilah, orang tua membutuhkan komunikasi secara terbuka dengan anak. Mendengarkan dan memberikan perhatian pada rasa ingin tahunya dan siap memberikan dukungan atau bimbingan agar mereka dapat memilih keputusan yang tepat untuk hidup mereka.
Berikut beberapa tips yang dapat dilakukan orang tua, terinspirasi dari sebuah artikel "Tips for Communicating With Your Teen" yang ditulis oleh Rachel Ehmka pada sebuah laman childmind.org.
Pertama, Mendengarkan cerita dan keluhan anak. Saat berbicara dengan anak sebaiknya orang tua mendengarkan dengan seksama dan ciptakan relasi yang nyaman tanpa menimbulkan tekanan bagi anak.
Kedua, Validasi perasaan-perasaan anak. Sikap tidak menghakimi dan empati akan membantu orang tua untuk betul-betul dapat memahami apa yang anak rasakan. Sampaikan bahwa rasa bingung, cemas atau takut yang anak rasakan adalah hal yang wajar, ketika ia dihadapkan pada kondisi-kondisi yang menimbulkan reaksi emosi tersebut.
Ketiga, Percaya pada anak. Orang tua dapat menyampaikan pendapatnya bahwa ia percaya pada semua yang anak katakan dan anak dapat diandalkan untuk dapat menyelesaikan semua persoalan-persoalannya.
Keempat, Berikan penjelasan dengan bijaksana. Orang tua dapat menyampaikan pendapatnya, namun tidak memaksakan dan sampaikan alasan yang paling masuk akal untuk menjelaskan mengapa orang tua keberatan tentang suatu hal.
Kelima, Berikan pujian pada anak. Dulu waktu anak masih kecil mereka mudah menerima pujian-pujian bahkan ketika anak mampu melakukan hal-hal sederhana. Saat remaja orang tua tetap harus berikan pujian jika anak menunjukkan perilaku yang diharapkan atau saat ia menceritakan tentang aktivitas hariannya. Hal ini penting untuk meningkatkan harga dirinya.
Keenam, Kontrol emosi orang tua. Jika anak sedang marah, tentu orang tua tidak meresponnya dengan kemarahan yang sama. Ambil jeda bersama, tarik nafas kedalam dan keluar, hingga semua merasakan ketenangan. Bicara setelah semua siap kembali dengan kondisi emosi yang netral.
Ketujuh, Menghabiskan waktu bersama. Orang tua dan remaja bisa meningkatkan bonding atau keeratan dengan mengerjakan aktivitas bersama. Makan bersama, nonton bersama, jalan-jalan bersama mungkin bisa menjadi pilihan orang tua dan anak remaja untuk membangun rasa positif dan akhirnya bisa saling berkomunikasi dengan nyaman. (int)