Arumi menjelaskan, peningkatan kualitas ini penting karena tingkat prevalensi stunting Indonesia maupun Jatim masih di bawah standar WHO 20%. Di mana, pada 2021, jumlah kematian bayi berjumlah 3.330 bayi dengan tingkat prevalensi stunting 23,5%.
"Sebenarnya ini sudah lebih baik daripada tingkat prevalensi stunting nasional. Angka ini juga sudah turun dari yang sebelumnya sekutar 26%. Tapi ini tetap harus digenjot lagi agar memenuhi standar WHO untuk Indonesia," terangnya.
Lebih jauh, istri Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Elestianto Dardak itu mengatakan bahwa permasalahan ini harus segera diselesaikan. Sebab, tingkat stunting akan berdampak pada Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang berindikator 3 dimensi. Yakni umur panjang dan sehat, pengetahuan, serta standar hidup yang layak. "Selain itu, setiap satu nyawa dari anak-anak kita itu tentunya berharga," imbuhnya.