Mekanisme ini mendorong akuntabilitas pemerintah. Para pejabat publik kini harus selalu siap menjelaskan setiap kebijakan dan tindakannya, karena mereka tahu setiap momen dapat terekam dan disebarluaskan dengan cepat.
Namun, di balik potensi positifnya, media sosial juga menciptakan tantangan serius berupa polarisasi sosial. Algoritma platform media sosial cenderung menciptakan "gelembung informasi" (information bubble) yang mempertegas pandangan pengguna dan membatasi mereka dari perspektif berbeda. Kritik terhadap pemerintah kerap berubah menjang ajang saling serang antar kelompok, mengalihkan perhatian dari substansi permasalahan.
Ruang dialog yang seharusnya menjadi medium pemikiran kritis justru tidak jarang berubah menjadi arena pertarungan identitas dan emosi. Perbedaan pendapat dipolarisasi sedemikian rupa sehingga menghalangi proses konstruktif pengawasan pemerintah. Masyarakat terjebak dalam konflik yang artifisial, sementara persoalan fundamental tetap tidak terselesaikan.
Namun, ruang kritis ini tidak tanpa tantangan. Informasi yang disebarkan tidak selalu akurat. Hoaks, berita palsu, dan narasi yang disengaja untuk mendistorsi realitas kerap bermunculan. Media sosial ibarat pedang bermata dua: alat yang powerful namun berpotensi menyesatkan jika tidak digunakan secara bertanggung jawab.