SURABAYA, PustakaJC.co - Sering kali kehidupan di sekitar kita tampak penuh dengan perbandingan, baik itu dalam hal kekayaan, kesuksesan, maupun kebahagiaan keluarga. Terlebih dengan maraknya media sosial yang memamerkan pencapaian orang lain, perasaan iri atau kurang puas sering kali muncul.
Namun, ada sebuah filosofi Jawa yang bisa menjadi pencerahan, yakni sawang sinawang. Filosofi ini mengajarkan untuk tidak terlalu fokus pada kehidupan orang lain dan lebih menghargai apa yang dimiliki.
Menurut RRI, istilah sawang sinawang secara literal terdiri dari kata sawang, yang berarti "melihat" atau "mengamati", dan sinawang, yang diartikan sebagai "sesuatu yang terlihat" atau "pandangan." Filosofi ini mengajak untuk tidak mudah tergoda dengan pandangan orang lain terhadap kehidupan kita atau kehidupan orang lain. Sawang sinawang mengingatkan untuk melihat kehidupan dari perspektif yang lebih luas, sehingga tidak mudah terjebak dalam perbandingan yang bisa merugikan diri sendiri.
Dalam budaya Jawa, pepatah ini sering digunakan untuk mengingatkan agar seseorang tidak menilai kehidupan orang lain dari luar. Popmama juga menjelaskan, seperti pepatah lain yang menyebutkan, "rumput tetangga selalu tampak lebih hijau", pandangan ini menyoroti kecenderungan manusia untuk menganggap kehidupan orang lain lebih baik, meski kenyataannya belum tentu demikian. Hal ini mengajarkan untuk lebih fokus pada kehidupan pribadi dan tidak mudah merasa iri terhadap apa yang dimiliki orang lain.
Bagi masyarakat Jawa, sawang sinawang bukan hanya sekadar kata-kata. Filosofi ini mengandung arti yang mendalam serta relevan untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Duta Damai Yogyakarta menyebutkan, bahwa falsafah ini mengingatkan untuk tidak membandingkan diri dengan orang lain, karena apa yang terlihat belum tentu mencerminkan kenyataan yang sebenarnya. Masing-masing individu pasti memiliki masalah dan tantangannya sendiri yang tidak selalu tampak di permukaan.
Prinsip ini menuntun setiap orang untuk mengembangkan diri, mensyukuri apa yang telah dimiliki, dan tidak terjebak dalam rasa iri atau perasaan kurang beruntung. Dengan memahami sawang sinawang, seseorang akan mampu menjaga keseimbangan dalam hidupnya, lebih bahagia, dan terhindar dari kecenderungan membandingkan hidup dengan orang lain yang sering kali menimbulkan perasaan negatif.
Filosofi ini menyadarkan betapa seringnya manusia terjebak dalam perbandingan sosial yang tidak sehat. Dalam kehidupan sehari-hari, perasaan iri sering muncul ketika seseorang melihat tetangga atau teman yang tampaknya lebih sukses atau bahagia. Misalnya, melihat seorang teman yang memiliki rumah lebih besar, kendaraan mewah, atau pekerjaan bergengsi, mungkin membuat sebagian orang merasa rendah diri. Namun, penting diingat bahwa penampilan luar sering kali tidak menggambarkan realitas yang sebenarnya.
Diwartakan dari Popmama, dengan menjalankan prinsip sawang sinawang, seseorang diingatkan untuk tidak menilai kesuksesan atau kebahagiaan hanya berdasarkan apa yang terlihat. Setiap orang memiliki perjalanan hidupnya masing-masing, dengan perjuangan dan tantangan yang berbeda-beda. Dalam pandangan yang lebih luas, bisa jadi apa yang tampak sebagai kebahagiaan orang lain, sebenarnya memiliki sisi gelap yang tidak diketahui banyak orang.
Dalam praktiknya, filosofi sawang sinawang mengajarkan untuk selalu bersyukur atas apa yang dimiliki, tidak hanya dalam hal materi, tetapi juga dalam aspek lain seperti kesehatan, keluarga, atau hubungan sosial. Misalnya, seseorang yang tampak sukses dalam karirnya mungkin sedang menghadapi masalah dalam kehidupan pribadinya. Sebaliknya, orang yang tampak lebih sederhana dalam kehidupan materi, mungkin memiliki kehidupan keluarga yang lebih harmonis dan memuaskan.
Berdasarkan informasi dari Duta Damai Yogyakarta, falsafah ini mengajak untuk melihat lebih jauh daripada sekadar penampilan luar. Pemahaman ini selaras dengan 'nilai syukur' yang sangat dijunjung tinggi dalam tradisi Jawa. Dengan lebih banyak bersyukur, seseorang akan mampu menerima kehidupan apa adanya dan merasakan kebahagiaan sejati, tanpa perlu terus-menerus membandingkan diri dengan orang lain.
Perbandingan yang terus-menerus antara diri sendiri dan orang lain dapat menimbulkan perasaan ketidakpuasan, kecemburuan, dan bahkan stres. Seiring dengan berkembangnya media sosial, perasaan tersebut semakin diperburuk.
Orang sering kali memamerkan kebahagiaan atau keberhasilan mereka di media sosial, sehingga orang lain merasa hidup mereka kurang berharga. Namun, perlu diingat bahwa yang terlihat di media sosial hanyalah sebagian kecil dari kehidupan seseorang dan belum tentu mencerminkan kenyataan yang sesungguhnya.
Kebiasaan membandingkan diri dengan orang lain bisa mengganggu interaksi sosial dan mengikis kepercayaan diri. RRI menjelaskan, dalam jangka panjang, perasaan iri hati dan ketidakpuasan bisa berdampak pada hubungan dengan orang-orang terdekat. Sebaliknya, dengan menerapkan prinsip sawang sinawang, seseorang akan lebih mampu menikmati hidupnya dan menjaga hubungan yang sehat dengan orang lain.
Agar hidup lebih bahagia, penting untuk berhenti membandingkan diri dengan orang lain. Filosofi sawang sinawang mengajarkan untuk fokus pada diri sendiri, menghargai apa yang sudah dimiliki, dan bersyukur atas segala anugerah yang diberikan. Dengan memandang kehidupan dari perspektif yang lebih luas, seseorang akan lebih mudah menerima kenyataan hidup dan merasa lebih puas dengan apa yang ada.
Jangan biarkan perasaan iri atau tidak puas menguasai pikiran. Dengan menyadari bahwa setiap orang memiliki perjalanan hidupnya masing-masing, akan lebih mudah untuk menciptakan kebahagiaan dalam hidup sendiri. Filosofi ini mengingatkan bahwa kebahagiaan sejati tidak bergantung pada materi atau penampilan luar, tetapi pada bagaimana seseorang memandang dan menerima kehidupannya. (int)