SURABAYA, PustakaJC.co - Setiap kali saya melihat tayangan laporan dari lapangan tentang kondisi Gaza, Palestina, saya selalu menangis tidak tahan melihat keadaan anak-anak kecil di sana. Ada seorang anak kecil yang berjalan terseok-seok sambil membawa air dalam jerigen kecil, melewati reruntuhan gedung-gedung yang dihancurkan oleh tentara Israel (IDF), baik melalui pemboman udara maupun dengan tank dan mobil lapis baja.
Wajah anak itu tampak murung karena sepertinya tidak kuat membawa jerigen berisi air tersebut. Namun, anak kecil itu terpaksa mencari air untuk ibunya, karena seluruh infrastruktur Gaza telah dihancurkan Israel, termasuk fasilitas air bersih. Air bagi anak-anak itu lebih berharga daripada ratusan kilogram emas.
Namun, ketegaran saya sebagai seorang kakek ternyata jauh di bawah ketegaran anak-anak Palestina itu, karena begitu kuatnya iman mereka terhadap Allah SWT. Mereka yakin bahwa Allah adalah sebaik-baik pelindung mereka. Di tayangan Instagram saluran TV Al Jazeera, terlihat seorang anak laki-laki kecil yang dibopong beberapa orang untuk mendapatkan penanganan medis, karena ada sebuah peluru tentara Israel yang bersarang di lehernya. Si anak ini berteriak kepada para pembopongnya, meminta dilepaskan agar bisa melaksanakan sholat maghrib. Dia menangis keras karena sholat asarnya terlewatkan akibat gempuran Israel.
Bayangkan, anak kecil yang lehernya tertembus peluru mematikan masih ingat untuk sholat, menghadap Allah SWT. Sementara kita, yang hidup dalam keadaan damai dan serba kecukupan, seringkali meninggalkan sholat ketika sibuk rapat, menghadiri acara pernikahan, atau dalam perjalanan dengan pesawat, bus, atau kereta api.
Sudah banyak tayangan media yang membela bangsa Palestina, menunjukkan kekuatan iman anak-anak kecil Gaza terhadap Sang Khalik, Pencipta alam semesta. “Aku tidak takut Israel, aku hanya takut kepada Allah,” demikian kalimat seorang anak gadis kecil Palestina.
Ada lagi kekuatan anak-anak Palestina yang membuat kita terharu, yaitu keinginan kuat mereka untuk mendapatkan pendidikan meskipun sekitar 80% gedung-gedung di Gaza hancur akibat bom Israel. Semua sekolah, rumah sakit, perguruan tinggi, masjid, gereja, dan gedung-gedung perumahan telah luluh lantak dihancurkan.
[halaman}
Namun, banyak di antara anak-anak itu yang masih ingin bersekolah. Saya menangis melihat tayangan seorang anak gadis kecil, wajahnya cantik dan rambutnya ikal, membawa tas sekolah di punggungnya, berjalan jauh dari rumahnya yang hancur, melewati gedung-gedung di kiri kanannya yang juga roboh akibat pemboman. Jalan itu penuh debu dan reruntuhan serta gelap karena tidak ada listrik. Ternyata, anak gadis kecil ini menuju sekolah yang berupa tenda sementara, yang didirikan di atas reruntuhan gedung, di mana sudah ada puluhan anak kecil berusia 2-4 tahun yang tekun mendengarkan pelajaran dari seorang guru. Anak-anak yang menyaksikan kematian setiap hari itu masih semangat untuk mendapatkan pendidikan.
Pikiran saya pun melayang kepada kondisi anak-anak kita di Indonesia, terutama di kota-kota besar, yang pergi ke sekolah diantar mobil orang tua mereka, diturunkan tepat di depan pintu sekolah; makan makanan yang enak, mengenakan baju sekolah yang bersih, dan setelah sekolah sudah dijemput mobil di depan sekolah. Di dalam mobil, mereka masih sibuk dengan ponsel mahal, melihat tontonan musik dan permainan.
Jika kita bandingkan kondisi anak-anak kita dengan kondisi anak-anak Palestina, kita teringat ayat dalam kitab suci Al-Qur'an, Surah Ar-Rahman ayat 13: “Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?” (int)