Kongres pada akhirnya menyepakati untuk membentuk badan permufakatan yang diberi nama Perikatan Perempuan Indoesia (PPI). Para anggota berharap perkumpulan ini berfungsi sebagai wasit bila terjadi kelainan pandangan di antara dua organisasi yang berbeda.
"Panitia penyelenggara berharap kongres bisa menjadi tuan rumah bagi diskusi antar perkumpulan perempuan, menerbitkan majalah, membentuk dana guna membantu gadis-gadis miskin agar bisa melanjutkan pendidikan, serta mendukung mosi agar pemerintah agar memberikan biaya kepada janda dan anak yatim piatu," tulis Susan.
Setelah kongres tahun 1928, semangat para pengurus anggota tidak pernah mengendur. Bulan Mei 1929, PPI mengadakan pertemuan di Yogyakarta yang dihadiri oleh sekitar 400 orang dan isu perkawinan anak menjadi topik utama bahkan dicarikan upaya untuk memeranginya.
Pada kongres kedua yang diselenggarakan di bulan Desember 1929, PPI memiliki 22 organisasi anggota yang telah mendapat simpati dari pemerintah bahkan bisa mendirikan dana sumbangan untuk pelajar putri.